Rabu, 27 Agustus 2014

hadits لَايَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَاشَاهِدٌ



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Didalam akad pernikahan terjadilah suatu ikatan yang sangat erat sekali antara yang satu dengan yang lain, baik itu secara dlahir maupun bathin. Dari ikatan tersebut, Diantaranya adalah adanya hak dan kewajiban harus dipenuhi diantara keduanya. Salah satu bentuk hak dan kewajiban tersebut adalah kewajiban seorang istri untuk taat kepada suaminya, karena didalam suatu keluarga  yang menjadi pemimpin adalah suami, maka dari itu seluruh anggota keluarga harus taat kepada pemimpin tersebut, (dalam hal ini yang menjadi pemimpin adalah seorang suami ).

B.     Rumusan Masalah
1.        Bagaimana bunyi Hadist serta terjemahnya yang menerangkan tentang kewajiban seorang istri untuk taat kepada suaminya ?
2.        Bagaimana biografi rowi dalam hadits tersebut ?
3.        Bagaimanakah Tahlilu Lafdzi, Tahrijul Hadits, Syarah dan Fiqih haditsnya ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hadits
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَايَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَاشَاهِدٌإِلَّابِإِذْنِهِ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ وَزَادَ أَبُودَاوُدَ: غَيْرَرَمَضَانَ[1]
Artinya:
Dari Abu Huroiroh r. a. bahwasannya Rosululloh SAW bersabda: “Orang perempuan tidak halal berpuasa ketika suaminya di rumah, kecuali dengan seizin suami.”
(HR. Bukhori dan Muslim. Lafal hadits menurut Bukhari. Abu Dawud menambahkan: kecuali dibulan Romadlon.”) [2]

B.     Biografi Perowi Hadits.
1.         Abu Hurairah:
Menurut pendapat mayoritas, nama beliau adalah 'Abdurrahman bin Shakhrad Dausi. Pada masa jahiliyyah, beliau bernama Abdu Syams, dan ada pula yang berpendapat lain. Kunyah-nya Abu Hurairah (inilah yang masyhur) atau Abu Hir, karena memiliki seekor kucing kecil yang selalu diajaknya bermain-main pada siang hari atau saat menggembalakan kambing-kambing milik keluarga dan kerabatnya, dan beliau simpan di atas pohon pada malam harinya. Tersebut dalam Shahihul Bukhari, bahwa Nabi Shallallahu  'alaihi wasallam pernah memanggilnya, “Wahai, Abu Hir”.
Ahli hadits telah sepakat, beliau adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa, dalam Musnad Baqiy bin Makhlad terdapat lebih dari 5300 hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Selain meriwayatkan dari Nabi Shallallahu  'alaihi wasallam, beliau Radhiyallahu 'anhu juga meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, al Fadhl bin al Abbas, Ubay bin Ka’ab, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, Bushrah al Ghifari, dan Ka’ab al Ahbar Radhiyallahu 'anhum. Ada sekitar 800 ahli ilmu dari kalangan sahabat maupun tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dan beliau Radhiyallahu 'anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan beribu-ribu hadits. Namun, bukan berarti beliau yang paling utama di antara para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Imam asySyafi’i berkata,"Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan hadits pada zamannya (masasahabat).” Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu masuk Islam antara setelah perjanjian Hudaibiyyah dan sebelum perang Khaibar. Beliau Radhiyallahu 'anhu datang keMadinah sebagai muhajirin dan tinggal di Shuffah.[3]

2.      Imam Abu Dawud:
Nama lengkap Abu Dawud ialah Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin Syidad bin Amar al-Azdi as-Sijistani.Beliau adalah Imam dan tokoh ahli hadits, serta pengarang kitab sunan. Beliau dilahirkan tahun 202 H. di Sijistan.[4] Sejak kecil Abu Dawud sangat mencintai ilmu dan sudah bergaul dengan para ulama untuk menimba ilmunya. Sebelum dewasa, dia sudah mempersiapkan diri untuk melanglang keberbagai negeri.  Dia belajar hadits dari para ulama yang ditemuinya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri lainnya. Pengemba-raannya kebeberapa negeri itu menunjang dia untuk mendapatkan hadits sebanyak-banyaknya. Kemudian hadits itu disaring, lalu ditulis pada kitab Sunan.
Abu Dawud sudah berulang kali mengunjungi Bagdad. Di kota itu, dia me-ngajar hadits danfiqih dengan menggunakan kitab sunan sebagai buku pe-gangan. Kitab sunan itu ditunjukkan kepada ulama hadits terkemuka, Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa kitab itu sangat bagus. Guru-gurunya Jumlah guru Imam Abu Dawud sangat banyak. Di antara gurunya yang paling menonjol antara lain: Ahmad bin Hanbal, al-Qan’abi, Abu Amar ad-Darir, Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin raja’, Abdul Walid at-Tayalisidan lain--lain. Sebagian gurunya ada yang menjadi guru Bukhari dan Muslim, seperti Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abu Syaibah dan Qutaibah bin sa’id..[5]
C.    Makna Hadits Secara Global :
Tidak halal bagi seorang perempuan (istri) melakukan puasa sunnah tanpa mendapatkan izin dari suaminya, karena suami memiliki hak untuk istimta’ atau menjima’ istrinya setiap waktu dan hak tersebut berhukum wajib untuk dilakukan dengan segera, maka dari itu hak tersebut tidak bisa didahului oleh perbuatan sunnah seperti halnya hak tersebut tidak terputus sebab melakukan perkara wajib yang dilakukan secara menunda – nunda seperti menqodo’ puasa ramadhan, puasa kafarat, danpuasa nadzar. Jika seorang istri melakukan puasa (sunnah) tanpa mendapatkan izin dari suaminya, maka puasanya dianggap sah, walaupun puasa tersebut haram untuk dilakukan, keharaman tersebut dikarenakan adanya makna lain, bukan karena arti yang kembali kepada dzatiyah puasa itu sendiri, maka hal ini dicontohkan seperti halnya melakukan sholat didalam rumah ghasaban. Seperti keterangan yang dipahami dari hadist yang menerangkan tentang suami yang mana ia tidak ada dirumah,  maka bagi istri boleh melakukan puasa dan dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat karena sebab larangannya tidak ada.[6]

D.    Attahlil  Al Lafdziy :
1.      لَايَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَاشَاهِدٌإِلَّابِإِذْنِه                                                            
Tidak diperbolehkan bagi seorang istri melakukan puasa sunnah, sedangkan suaminya berada dirumah, kecuali sisuami sudah memberi izin kepada istrinya, maka diperbolehkan melakukan puasa.
2.      Imam Abu Dawud menambahi matan hadist dengan lafadz غَيْرَرَمَضَان . Sedangkan lafadz – lafadz hadist menurut Abu Dawud adalah :  قا ل رسول الله ص.م لا تصوم امرءة وبعلها شاهد الا باءذنه
3.      لا تصوم امرءة وبعلها شاهد الا باءذنه Seorang istri tidak boleh melakukan puasa sedangkan suaminya berada dirumah, kecuali istri sudah mendapatkan izin dari suaminya, baik izin tersebut secara jelas maupun tersembunyi.  Seakan – akan ia sudah mengetahui keridhoan suaminyadengan izin tersebut.Hal ini atas dasar karena melakasanakan hak suami itu lebih utama daripada melakukan ibadah sunnah, yaitu dengan berpuasa  (melakukan puasa sunnah).[7]
4.      غَيْرَرَمَضَان   : Pada bulan Ramadhan seorang istri tetap wajib melakukan puasa  (ramadhan) tanpa seizin dari suaminya,  karena pada waktu tersebut sisuami juga sedang berpuasa, maka tidak di khawatirkan keinginan suami untuk menjima’  istrinya. Dalam hal ini puasa Nadzar hukumnya disamakan dengan puasa Ramadhan.[8]

E.     Takhrijul Hadits
v  أخبرني محمد بن علي قال حدثنا بن اليمان قال أنبأشعيب عن أبي الزيادعن الأعرج عن أبي هريرةقال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم* لايحل للمرأةأن تصوم وزوجهاشاهدإلابإذنه \2920\[9]
v     وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَايَحِلُّ لِلْمَرْأَةِأَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَاشَاهِدٌإِلَّابِإِذْنِهِ- مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ (1) .
وَزَادَأَبُودَاوُدَ: - غَيْرَرَمَضَانَ - (2) .[10]
v     أخْبَرَنَا عَبْدُالْوَاحِدِ الْمَلِيحِيُّ، أَنْبَأَنَا أَحْمَدُبْنُ عَبْدِاللَّهِ النُّعَيْمِيُّ، أَنْبَأَنَامُحَمَّدُبْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُبْنُ إِسْمَاعِيلَ، أَخْبَرَنَا أَبُوالْيَمَانِ، أَنْبَأَنَاشُعَيْبٌ، أَخْبَرَنَاأَبُوالزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ،أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : لايَحِلُّ لِلْمَرْأَةِأَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَاشَاهِدٌإِلابِإِذْنِهِ، وَلاتأْذَنُ فِي بَيْتِهِإِلابِإِذْنِهِ، وَمَاأَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍمِنْ غَيْرِأَمْرِهِ، فِإِنَّهُ يُؤدَّى إِلَيْهِ شَطْرُهُ هَذَاحَدِيثٌ مُتَّفَقٌ عَلَى صِحَّتِهِ.[11]
v     وعن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: " لايحل للمرأة" أي المزوجة بدليل قوله "أن تصوم وزوجهاشاهد" أي حاضر "إلابإذنه" متفق عليه واللفظ للبخاري زادأبوداودغيررمضان فيه دليل على أنالوفاءبحق الزوج أولى من التطوع بالصوم وأمارمضان فإنه يجب عليه او إنكره الزوج ويقاس عليه القضاءفلوصامت النفل بغيرإذنه كانت فاعلةلمحرم[12]
v     لايحل لامرأةمؤمنة ملتزمة بالكتاب والسنة وملتزمة بحق الزوج عليها أن تصوم وزوجهاحاضرإلابإذنه إلارمضان، وصوم المرأةهوكصوم الرجل، فعندهارمضان وعندهاعدةمن أيام أخر، وعندهاكفارة، وعندهانوافل الصوم، مثل صيام ثلاثة أيام من كل شهر، وعاشوراء، والإثنين والخميس، فإذاكان صوم المرأة فرضاًمعيناًفليس للزوج منعها، مثاله: نذرت أن تصوم يوم مجيءولدهامن السفر،فجاءفصامت؛لأنهاتعين عليهاالصوم يوم مجيئه، كأن جاء بالليل وبيتت الصوم وأصبحت صائمة، فبمجيءولدهاأصبحت ملزمة بالنذروهوفرض عليهالايحق للزوج أن يمنعها؛ لأنه فرض محددبزمن، ولومنعهافسيفوت النذرعليها، أماماعداذلك، كقضاءرمضان فليس محدداًبزمن؛ لأنه ناكعدةمن أيام أخر،وهاهي أمالمؤمنين عائشة رضي الله تعالى عنهاكانت يكون عليهاقضاءمن رمضان، وتأجله إلى أن يأتي شعبان حينمايكثرصوم رسول الله صلى الله عليه وسلم، ولذاقالت: لم كانة رسول الله مني؛لأن الرسول الله دورة على زوجاته،فإذاجاء دورها وجدها غيرصائمة.
وكذلك رمضان لايحق له منعها؛لأن وقته مجدود،وهوحق لله فرضه عليهاوعليه،فلايحق له أني منعها؛لأن أذنهابيدهاوأمرهامن عندالله،إذاً: لايحق لامرأةأن تصوم غيررمضان، وغيرما يساوي رمضان من النذرالمعين إلابإذن زوجها،وأماغيرذلك فالأولى أني سمحلها؛لأن الله تعالى يقول:
 { وَتَعَاوَنُواعَلَى الْبِرِّوَالتَّقْوَى } [المائدة:2]،ولاينبغي أني ضيق عليهاويمنعها.[13]


F.     Fiqhul Hadits
1.عدم خروج المرءة عن طا عة زوجها حتى في امورالعبادة غيرالفرض لتاءكيد حقه عليها لاءن الوفاء بحق الزوج اولى من االتطوع با لصوم .
1.      seoarang istri tidak boleh keluar dari melakukan taat kepada sang suami sampai didalam masalah-masalah ibadah yang bukan fardlu, hal ini disebabkan oleh kuatnya hak suami atas seoarang istri. Karena melakasanakan hak suami itu lebih utama dari pada melakukan ibadah sunnah yaitu dengan berpuasa (melakukan puasa sunnah).

2.وجوب صوم رمضا ن وان كره الزوج.
2.      bagi seorang istri tetap diwajibkan melakukan puasa pada bulan ramadlan, meskipun suaminya tidak suka.[14]










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ø  Hadits
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: - لَايَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَاشَاهِدٌإِلَّابِإِذْنِهِ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ .وَزَادَأَبُودَاوُدَ: غَيْرَرَمَضَانَ
Tidak halal bagi orang perempuan yang sudah bersuami melakukan puasa (sunnah), sedangkan suaminya berada dirumah, tanpa seizin dari suaminya. Hal ini atas dasar karena melakasanakan hak suami itu lebih utama daripada melakukan ibadah sunnah yaitu dengan berpuasa (melakukan puasa sunnah). Adapun pada bulan romadlon,  ia tetap diwajibkan melakukan puasa, walaupun suaminya tidak suka, disini juga disamakan melakukan qodlo’ puasa romadlon. Maka apabila seorang istri melakukan puasa (sunnah) tanpa mendapatkan izin dari suaminya, maka ia berarti melakukan sesuatu yang telah diharamkan baginya.

Ø  Pertanyaan
1.      Aspek Tarbawi : kami selaku pemakalah mengambil aspek tarbawinya dari bunyi hadits إِلَّابِإِذْنِهِ  , yang mana disini kami mengartikan bunyi penggalan hadits tersebut dengan arti “ taat “. Bila dicontohkan didalam kehidupan , kita disini adalah seorang santri, dan santri itu harus taat kepada pengasuh dan peraturan pondok. Misalnya, kita dipondok tidak boleh pulang tanpa meminta izin dulu kepada pengasuh, maka itu berarti melanggar pondok dan pengasuh.
2.      Mengapa didalam hadits tersebut Rasulullah memakai contoh puasa, kenapa tidak dengan contoh yang lainnya ?
Menurut kami : Puasa ini adalah merupakan suatu ibadah yang bertentangan dengan hawa nafsu, sehingga jika seorang istri melakukan puasa sunnah tanpa seizin suami maka itu tidak boleh untuk dilakukan, sebab jika siistri melakukan puasa sunnah maka seandainya suami ingin menjima’ istrinya maka suami tidak jadi menjimak istrinya karena ia sedang melakukan puasa. Sehingga jika istri tetap melakukan puasa sunnah tersebut, maka terhalanglah hak suami atas istrinya. Beda lagi dengan puasa Romadhan, si istri harus tetap melakukan puasa romadhan meskipun suaminya melarangnya.
3.      Pada fiqhul Hadits kedua, disitu disebutkan وان كره الزوج jika pada bulan romadhan suaminya tidak suka kalau istrinya melakukan puasa romadhan bahkan melarangnya untuk berpuasa, maka apakah suami yang seperti ini masih wajib untuk di taati ?
Menurut kami : jadi model suami seperti ini sudah tidak wajib di taati, karena ia sudah melenceng dari ajaran agama islam. Seharusnya jadi suami itu harus lebih pandai dari seorang istrinya dalam hal ilmu agama sehingga sewaktu-waktu istrinya lupa maka suaminya harus mengingatkannya.
4.      Bagaimana jika konteks tersebut di balik, yang meminta adalah dari pihak istri, sedangkan suaminya sedang berpuasa, apakah hadits ini bisa di pakai sebagai acuan pada masalah tersebut ?
Menurut kami : ya bisa, hadits ini bisa dipakai sebagai acuan pada masalah tersebut. Kita seorang suami, hendaknya mengerti (pengertian) kepada istri. Karena apa ? karena hal tersebut guna untuk menyenangkan hati sang istri. Hal ini dapat di contohkan / di qiyaskan pada hadits Nabi yang menerangkan tentang Nabi berpuasa ketika dirumah Aisyah tidak ada makanan, kemudian pada keesokan harinya Aisyah merasa bersalah karena ketika dirumahnya Aisyah tidak ada makanan yang untuk di berikan kepada Nabi, sehingga keesokan harinya Aisyah berusaha pada hari itu dirumahnya ada makanan untuk Nabi. Singkat cerita pada hari tersebut Nabi datang ke rumah Aisyah, dan Aisyahpun menyambutnya dengan riang gembira, ketika Aisyah menawarkan makanan kepada Nabi ternyata Nabi berpuasa lagi. Sehingga Aisyah merasa kecewa, kerena Nabi sedang berpuasa. Ketika itu Nabi merasakan kekecewaan Aisyah dan untuk menyenangkan hati Aisyah Nabipun membatalkan puasanya dan mengajak Aisyah untuk makan bersama-sama. Dan Aisyahpun merasa sangat senang sekali, karena bisa makan bersama Rasulullah SAW.





Ø  Kritik dan Saran
Demikianlah pemaparan makalah dari kami, atas segala kekurangan dan kelebihan kami hanya bisa memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran selalu kami harapkan demi perbaikan makalah kami mendatang.

الحمد لله رب العالميـن



[1] Alawi Abbas Al-Maliky. Ibanatul ahkam syarhu bulughil maram. Pustaka Al-Haromain. Hal: 421
[2] Achmad Sunarto. Terjemah Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Amani. Hal: 324
[3] http://pustakaimamsyafii.com/biografi-abu-hurairah-radhiyallahu-anhu.htm
[4] http://solihin87.abatasa.co.id/post/detail/8914/biografi-imam-abu-dawud
[5] http://solihin87.abatasa.co.id/post/detail/8914/biografi-imam-abu-dawud

6      Abbas Al-Maliky. Ibanatul Ahkam Syarhu Bulughil Maram. Pustaka Al-Haromain. Hal: 421
[7]   :سبل السلام. با ب صوم التطوع ج 2 / ص 169  al-Maktabah as-Syamilah
[8] Abbas Al-Maliky. Ibanatul Ahkam Syarhu Bulughil Maram. Pustaka Al-Haromain. Hal: 421-422
[9]  النسائي في سننها الكبر ىج2/ص175 ح2921 . al-Maktabah as-Syamilah
[10] Abbas Al-Maliky. Ibanatul ahkam syarhu bulughil maram. Pustaka Al-Haromain. Hal: 421
[11]  203/شرح السنة. للإما م البغوى متنا و شرحا ج6. al-Maktabah as-Syamilah
[12]:سبل السلام. با ب صوم التطوع ج 2 / ص 169 .  al-Maktabah as-Syamilah
[13]شرح بلوغ المرام للشيخ عطية محمد سالم. حكم صيا م المرءة مع وجود زوجها ج 154 /ص 6 . al-Maktabah as-Syamilah
[14] Abbas Al-Maliky. Ibanatul Ahkam Syarhu Bulughil Maram. Pustaka Al-Haromain. Hal: 422

Tidak ada komentar: