Rabu, 27 Agustus 2014

hadits أَكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Menjadi wanita atau laki-laki adalah benar-benar sepenuhnya menjadi hak Allah. Tidak seorangpun yang mampu untuk menentukan atau memilih untuk menjadi wanita atau laki-laki. Walaupun dunia kedokteran berusaha menciptakan cara yang dianggap dapat membantu pasangan suami istri untuk mendapatkan anak dengan jenis kelamin tertentu namun tingkat keberhasilannya sebenarnya tergantung kepada keputusan Allah.
Namun dalam realitanya justru kaum perempuan termarginalkan dalam seluruh aspek kehidupan. Lebih-lebih di dalam rumah tangga posisinya lebih rendah dari pada budak. Nah apakah hal seperti ini menjadikan tentramnya sebuah rumah tangga? Selanjutnya mari kita pelajari lebih lanjut tentang pandangan Islam terhadap wanita, berdasar hadits Nabi yang berbunyi :
(( أَكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا, و خياركم خياركم لنسائهم ))

  1. Rumusan Masalah
  1. bagaimana bunyi hadits secara keseluruhan dan terjemahnya?
  2. bagaimana profil perowi hadits tersebut?
3.      Identifikasikan Asbabul Wurud, Syarah Hadits, Takhrijul Hadits, Syarah Hadits Secara Global dan  Fiqhul Haditsnya!
  1. Tujuan
  1. mengetahui bunyi hadits secara keseluruhan dan terjemahnya
  2. mengetahui profil perowi hadits
  3. memahami dan mampu mengidentifikasi Asbabul Wurud, Syarah Hadits, Takhrijul Hadits, Syarah Hadits Secara Global dan  Fiqhul Hadits
BAB II
PEMBAHASAN



  1. Matan Hadits dan Terjemah
و عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم (( أَكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا, و خياركم خياركم لنسائهم )) رواه الترمذي و قال حديث حسن صحيح[1]

Artinya : “Orang mukmin yang paling sempurna imannya, ialah yang paling baik budi pekertinya dan yang terbaik di kalanganmu yaitu yang paling baik harmonis hubungan dengan para istrinya.” (H.R. Turmudzi)[2]

  1. Biografi Perawi Hadits

  • Imam Turmudzi

Nama aslinya Muhammad bin Isa bin Saurah bin Adh-Dhahak As-Salami Al-Bugi, sering dipanggil Abu Isa,
dilahirkan pada tahun 209 H di Turmudz. Diceritakan bahwa dia dilahirkan dalam keadaan buta, menurut cerita yang lain dia buta ketika usia sudah tua karena terlalu banyak menangis sebab takut kepada Allah. Mulai mencari ilmu pada usia dua pulah tahun di kota Khurasan, Bashrah, Kufah, Wasith, Baghdad, Mekkah, Madinah, Ray, Mesir dan Syam. Dia seorang penghafal yang kuat di luar kepala sehingga menjadi rujukan dalam hafalan dan keakuratan. Mempelajari Hadits, Fikih, dan ilmu-ilmu lainnya, sehingga Ibnu al-Mubarak berkata : “Dalam ilmu fikih dari pakarnya.”[3]
At-Tirmidzi dinisbatkan pada Tirmidzi yang terletak di sebelah utara Iran. Imam At-Tirmidzi dinisbatkan pada daerah itu karena dia tumbuh disana.
Al-Mizzi berkata : Al-Hafizh Abul Abbas Ja’far bin Muhammad bin Al-Mu’taz Al-Mustaghfiri berkata,” Abu Isa At-Tirmidzi Al-Hafizh  meninggal di daerah Tirmidz pada malam Senin, 13 Rajab tahun 297 Hijriyah.
Al-Alamah Ahmad Syakir berkata, “disebutkan bahwa Imam At-Tirmidzi memiliki banyak karya. Akan tetapi, kita tidak menemukannya selain dua karya saja yang sudah masyhur, yaitu kitab Al-Jami’ Ash-Shahih dan kitab Asy-Syama’il. Dimungkinkan sekali, karya-karya yang lain musnah sebagaimana karyaulama’  yang lain. Tersebut dalam Tahdzib At-Tahdzib keterangan bahwa Imam At-Tirmidzi mempunyai karya Az-Zuhd Mufrad yang tidak sampai kepada kita.
Berdasarkan perkataan beberapa ulama’, berikut ini kami sebutkan diantara karya Imam At-Tirmidzi, yaitu: Al-Jami’ Ash-Shahih, Asy-Syama’il, Al-‘Ilal (bukan Al-‘Ilal sebagaimana di sebutkan di akhir Kitab Al-Jami’ Ash-Shahih At-Tirmidzi), At-Tarikh, Az-Zuhd, Al-Asma’ waAl-Kuna.[4]


  1. Asbabul Wurud
كانت المرأة قبل محمد الرسول مهضومة الحقوق تهان وتذل بل وتدفن حيّة على مرأى ومسمع من دولة أروبا وفارس في ذلك الزمان التي كانت لا تفكر سوى في أطماعها التوسعية .
فجاء محمد الرسول فأعاد للمرأة الحياة وأنقضها من جحيم العبودية للبشر حيث عاملها كإنسان له كرامته وإنسانيته , موازية للرجل ومساوية له في الحقوق والواجبات إلاّ فيما تقتضيه الفطرة من اختلاف . فمنع قتلها ودفنها وأذيتها وظلمها والإساءة إليها حتى جعل خير أتباعه أحسنهم معاملة لها , فهو القائل : ( خياركم خياركم لنسائهم ) والقائل أيضا : ( أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا وخيارهم خيارهم لنسائهم ) وأمر أمّته بالرفق بالنساء , فهو القائل : (رفقا بالقوارير ) أي النساء لرقّتهن وشدّد على من يظلمهن حقّهن فقال( اللّهم إنّي أحرّج حقّ الضعيفين اليتيم والمرأة ) الْمَعْنَى َأُحَذِّر مِنْ ذَلِكَ تَحْذِيرًا بَلِيغًا وَأَزْجُر عَنْهُ زَجْرًا أَكِيدًا بل الأكبر والأعظم من ذلك وهو مالم يفعله أيّ زعيم في العالم أن يوصي محمد ويؤكّد على حقوق المرأة عند معاينة الموت . فهل سمعت يوما بعظيم من العظماء في آخر لحظات حياته يوصي بحق المرأة و الإحسان إليها ؟ لن تجد أبدا من فعل ذلك ، فعند الموت كل إنسان منشغل بنفسه.[5]

Adapun nasib wanita pada masa bangsa Arab jahiliyyah yaitu :
  1. Wanita terhalang dari hak mewarisi secara mutlak karena warisan terbatas untuk kaum laki-laki dalam pandangan mereka.
  2. Suami berhak menceraikan istrinya pada waktu manapun tanpa jumlah tertentu bagi perceraian itu. Dan ia juga berhak untuk merujukinya pada waktu mana saja sedangkan wanita tidak mempunya hak semacam ini.
  3. Istri merupakan bagian dari harta peninggalan suaminya. Maka apabila suami meninggal dunia maka istri diwarisi oleh anak-anaknya yang bukan dari wanita itu berikut peninggalannya. Selanjutnya bahwa sesudah itu para anak-anaknya berhak untuk mengawininya atau mengawininya dengan orang-orang yang dikehendaki. Al-Qur’an telah mengisyaratkan kepada hal itu dalam bentuk larangan terhadapnya. Sebagaimana dalam firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal  agi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa.” (QS. An-Nisa’: 19).
  4. Menanam hidup-hidup anak perempuan tersebar luas di berbagai kabilah di jazirah Arab karena kekhawatiran akan kefakiran atau khawatir mendapat cela. Dalam firman Allah disebutkan: “Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (QS. At-Takwir: 8-9).
  5. Anak perempuan adalah sesuatu yang tidak mereka sukai, di mana mereka selalu memohon perlindungan kepada Tuhan untuk menjauhkan dari anak perempuan. Sesuai dalam firman Allah: “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehianaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl: 58-59).
  6. Meluasnya perkawinan istibdha’, yaitu seorang suami mengirimkan istrinya yang telah bersih kandungannya kepada salah seorang pemimpin kabilah yang terkenal keberanian, kekuatan dan kemuliaan akhlaknya, supaya istri mengandung dari orang itu. kemudian sesudah itu, ia kembali kepada suaminya. Hal itu dilakukan untuk mencari kepandaian anak.
  7. Kebiasaan perkawinan syihar diantara mereka, yaitu bahwa seorang laki-laki mengawinkan putrinya pada laki-laki dengan imbalan laki-laki itu mengawinkannya dengan putrinya pula atau saudara perempuannya dengan saudara perempuannya. Dengan demikian maka perempuan itu merupakan maskawin bagi istri ayahnya. Ia menjadi barang.[6]

  1. Syarah Hadits

( و عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم أكمل المؤمنين ) أي من أكملهم ( إيمانا )  منصوب على التمييز عن أفعل التفضيل و هو فاعله من حيث المعنى ( أحسنهم خلقا ) بضم الخاء المعجمة و اللام و سكونها و تقدم أنه ملكة تبعث الفس على أفعال حميدة و اكتساب شيم شريفة, و قال الحسن البصري حقيقة حسن الخلق بذل المعروف و كف الأذى و طلاقة الوجه قال الباجي و تحسين الخلق أن يظهر منه لمن يجالسه أو يرد عليه البشر و الحلم و الإشفاق و الصبر على التعليم و التودد إلى الصغير و الكبير و قد اختلف فيه هل هو مكتسب أو غريزي وجمع بين القولين بأنه غريزي باعتبار أصله و يقوى و ينمو بالكسب, قالحافظ في الفتح و محصل ما أجاب العلماء عن الأحاديث المختلف فيها الأجوبة بأن أفضل الأعمال كذا أن اختلاف الجواب لاختلاف حال السائلين بأن أعلم كلا بما يحتاج إليه أو بما لهم فيه رغبة أو بما هو اللائق أو أن اختلافه باختلاف الأوقات بأن يكون العمل في ذلك الوقت أفضل منه في غيره و قد كان الجهاد في ابتداء الإسلام أفضل الأعمال لأنه الهوسيلة إلي القيام بها و التمكن منها وقد تظافرت الأدلة أن الصلاة أفضل من الصدقة و مع ذلك في وقث مواساة المضطر تكرن الصدقة أفضل أو أن أفضل ليس على بابه بل المراد الفضل المطلق أو أن المراد من أفضل فحذفت من وهي مرادة كما ورد (( خيركم خيركم لأهله )) و معلوم أنه ليس لا يصير بذلك خير الناس مطلقا, لعلى هذا فأفضل الأعمال الإطلاق الإيمان و الباقيات متساوية في كونها من أفضلها و إن تفاوتت درجاتها بما ورد فيها اه ملخصا ( و خياركم خياركم لنسائهم ) و في رواية  (( خيركم خيركم لأهله )) قال في النهاية هو إشارة إلى صلة الرحم و الحث عليها قيل و لعل المراد من حديث الباب أن يعامل زوجته بطلاقة الجه وكف الأذى و الإحسان إليها و الصبر علىى أذاها (( قلت )) ويحتمل أن الإضافة فيه للعهد و المعهود هو النبي صلى الله عليه و سلم و المراد (( أنا خيركم لأهلي )) وقد كان صلى الله عليه وسلم أحسن الناس لأهله و أصبرهم على اختلاف أحوالهم ( رواه الترمذي و قال حديث حسن صحيح )[7]
E.  Takhrijul Hadits

(1078)- [1162] حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، [ ج  1 : ص  314 ] حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم  : " أكمل المؤمنين إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا ".قَالَ: وَفِي الْبَاب، عَنْ عَائِشَةَ، وَابْنِ عَبَّاسٍ .قَالَ أَبُو عِيسَى: حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ، هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
دراسة الرواة:
أبو هريرة               : صحابي
أبو سلمة بن عبد الرحمن : ثقات
محمد بن عمرو         : حسن الحديث
يحي بن سعيد          : ثقات
أحمد بن حنبل          : ثقات
إسناده حسن رجاله ثقات عدا محمد بن عمرو الليثي هو صدوق له أو هام[8]

(4265)- [4176] أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ الشَّيْبَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمِنْهَالِ الضَّرِيرُ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم  : " أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِكُمْ"
دراسة الرواة:
أبو هريرة   : صحابي
أبو سلمة بن عبد الرحمن : ثقات
محمد بن عمرو : حسن الحديث
يزيد بن زريع : ثقات
محمد بن المنهال : ثقات
الحسن بن سفيان : ثقات
إبن حبان اليسني : ثقات
إسناده حسن رجاله ثقات عدا محمد بن عمرو الليثي هو صدوق له أو هام[9]
F.     Syarah Hadits Secara Global
·         Definisi Iman Secara Bahasa
Iman secara bahasa berarti at-tashdiiq (pembenaran), sebagaimana firman Allah ta’ala: وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا
“Dan kamu  sekali-kali tidak akan percaya/membenarkan kepada kami” [ QS. Yuusuf: 17]
·         Definisi Iman Secara Istilah Syar’iy
a.       Al-Imaam Ismaa’iil bin Muhammad At-Taimiy rahimahullah berkata :
الإيمان في الشرع عبارة عن جميع الطاعات الباطنة والظاهرة
“Iman dalam pengertian syar’iy adalah satu perkataan yang mencakup makna semua ketaatan lahir dan batin” [Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah, 1/403].
An-Nawawiy menukil perkataannya :
الإيمان في لسان الشرع هو التصديق بالقلب والعمل بالأركان
“Iman dalam istilah syar’iy adalah pembenaran dengan hati dan perbuatan dengan anggota tubuh” [Syarh Shahih Muslim, 1/146].
b.      Imaam Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :
أجمع أهل الفقه والحديث على أن الإيمان قول وعمل، ولا عمل إلا بنية
“Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan.
“Para ahli fiqh dan hadits telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan dan perbuatan. Dan tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat” [At-Tamhiid, 9/238].
c.       Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :
حقيقة الإيمان مركبة من قول وعمل. والقول قسمان : قول القلب، وهو الاعتقاد، وقول اللسان، وهو التكلّم بكلمة الإسلام. والعمل قسمان : عمل القلب، وهو نيته وإخلاصه، وعمل الجوارح. فإذا زالت هذه الأربعة، زال الإيمان بكماله، وإذا زال تصديق القلب، لم تنفع بقية الأجزاء
Perkataan ada dua : perkataan hati, yaitu i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam (mengikrarkan syahadat – Abul-Jauzaa’). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tashdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat tiga hal yang lainnya” [Ash-Shalaah wa Hukmu Taarikihaa, hal. 35].
Ahlus-Sunnah berpendapat bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan. Yang mereka maksudkan dengan perkataan adalah perkataan lisan dengan adanya pengikraran, dan perkataan hati dengan i’tiqaad. Adapun yang mereka maksudkan dengan perbuatan adalah perbuatan hati yaitu niat dan ikhlash, serta perbuatan anggota tubuh dengan melakukan berbagai kewajiban dan meninggalkan berbagai keharaman. [10]
وقال أيضاً: "والمقصود هنا أن من قال من السلف: الإيمان قول وعمل أراد قول القلب واللسان وعمل الجوارح والقلب، ومن أراد الاعتقاد رأى أن لفظ القول لا يفهم منه إلا القول الظاهر، أو خاف ذلك فزاد الاعتقاد بالقلب، ومن قال: قول وعمل ونية. قال: القول يتناول الاعتقاد وقول اللسان، وأما العمل فقد لا يفهم منه النية فزاد ذلك، ومن زاد اتباع فلان كله لا يكون محبوباً لله إلا باتباع السنة ".
وأولئك لم يريدوا كل قول وعمل وإنما أرادوا ما كان مشروعاً من الأقوال والأعمال ولكن كان مقصودههم الرد علي المرجئة الذين جعلوه قولا فقط. فقالوا: بل هو قول وعمل والذين جعلوه أربعة أقسام فسروا مرادهم كما سئل سهل بن عبد الله التستري عن الإيمان ما هو؟ فقال: قول وعمل ونية وسنة؛ لأن الإيمان إذا كان قولاً بلا عمل فهو كفر، وإذا كان قولاً وعملاً بلا نية فهو نفاق، وإذا كان قولاً وعملاً ونية بلا سنة فهو بدعة"(361).
واستدل أهل السنة على ما يذهبون إليه من دخول العمل في مسمى الإيمان بأحاديث كثيرة منها:
قوله صلى الله عليه وسلم: " الإيمان بضع وسبعون أو بضع وستون شعبة، فأفضلها قول لا إله إلا الله، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق، والحياء شعبة من الإيمان"(362)
وقوله صلى الله عليه وسلم لوفد عبد القيس: " آمركم بأربع وأنهاكم عن أربع، آمركم بالإيمان، أتدرون ما الإيمان؟ شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وأن تعطوا الخمس من المغنم"(363).
وقوله صلى الله عليه وسلم:"أكمل المؤمنين إيماناً أحسنهم خلقاً وخيارهم خيارهم لنسائهم"(364)
وأحاديث أخرى كثيرة جعل فيها العمل من الإيمان.
وعلى هذا مضى السلف الصالح من الصحابة فمن بعدهم.
وعليه أيضاً مضى علماء الإسلام، ومنهم الأئمة مالك والشافعي وأحمد، حيث فسروا الإيمان بأنه التصديق والقول والعمل، وأنه يقبل الزيادة ويقبل النقص، وأن أهله يتفاوتون فيه.[11]

  • Potret Suami Ideal
Menjadi suami dan bapak ideal dalam rumah tangga? Tentu ini dambaan setiap lelaki, khususnya yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir. Dan tentu saja ini tidak mudah kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala.
Sosok kepala rumah tangga ideal yang sejati, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda:
«  وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى  خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ »
Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan keluargaku[12].
Karena kalau bukan kepada anggota keluarganya seseorang berbuat baik, maka kepada siapa lagi dia akan berbuat baik? Bukankah mereka yang paling berhak mendapatkan kebaikan dan kasih sayang dari suami dan bapak mereka karena kelemahan dan ketergantungan mereka kepadanya?[13]. Kalau bukan kepada orang-orang yang terdekat dan dicintainya seorang kepala rumah tangga bersabar menghadapi perlakuan buruk, maka kepada siapa lagi dia bersabar?.
Imam al-Munawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat argumentasi yang menunjukkan (wajibnya) bergaul dengan baik terhadap istri dan anak-anak, terlebih lagi anak-anak perempuan, (dengan) bersabar menghadapi perlakuan buruk, akhlak kurang sopan dan kelemahan akal mereka, serta (berusaha selalu) menyayangi mereka”[14].

·         Ciri-Ciri Istri Sholehah

Sholehah adalah idaman bagi setiap laki-laki. sholehah secara bahasa berarti layak dan pantas. dan istri sholehah adalah istri yang memiliki kepribadian layak sebagai seorang istri. kelayakan kepribadian tersebut dinilai dari sisi agama karena Islam telah memberitakan tentang ciri-ciri istri sholehah/idaman dalam banyak ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist Nabi.

Dan menjadi pribadi istri sholehah juga diidam-idamkan oleh kebanyakan wanita, baik yang telah menjadi istri atau yang belum. karena secara naluri, setiap orang selalu berusaha menjadi lebih baik dari apa yang pernah dia raih sebelumnya.

Jika anda seorang wanita yang ingin menyempurnakan kepribadian sehingga menjadi seorang istri yang sholehah, atau seorang laki-laki yang ingin memiliki seorang istri yang sholehah. perhatikan hadist berikut :

خير النِّسَاء امْرَأَة إذا نظرت إِلَيْهَا سرتك وَإِذا أَمَرتهَا أَطَاعَتك وَإِذا غبت عَنْهَا حفظتك فِي نَفسهَا

Artinya : "Sebaik-baik wanita (istri) adalah yang ketika engkau memandangnya akan membuatmu bahagia. dan jika diperintah, dia akan mentaatimu. dan jika engkau tidak bersamanya, dia akan menjagamu dalam dirinya dan menjaga apa-apa yang engkau miliki." (HR Abu Daud, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
Sifat istri shalihah bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy- Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3. Tidak memberikan Kemaluannya kecuali kepada suaminya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong,” (HR Muslim [107]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rauslullah saw. bersabda, “Tidaklah berzina seorang pezina saat berzina sedang ia dalam keadaan mukmin,”
Masih diriwayatkan darinya dari Nabi saw. beliau bersabda, “Jika seorang hamba berzina maka keluarlah darinya keimanan dan jadilah ia seperti awan mendung. Jika ia meninggalkan zina maka kembalilah keimanan itu kepadanya,” (Shahih, HR Abu Dawud [4690]).
Diriwayatkan dari al-Miqdad bin al-Aswad r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya, “Bagaimana pandangan kalian tentang zina?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya maka ia haram sampai hari kiamat.” Beliau bersabda, “Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan sepuluh orang wanita itu lebih ringan daripada ia berzina dengan isteri tetangganya,” (Shahih, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [103]).
4. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan)
5. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
6. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta’ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
7. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
8. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar’i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)
9. Melegakan hati suami bila dilihat. Rasulullah bersabda, ”Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah takwa kepada Allah SWT, maka tidak ada sesuatu yang paling berguna bagi dirinya, selain istri yang shalehah. Yaitu, taat bila diperintah, melegakan bila
dilihat, ridha bila diberi yang sedikit, dan menjaga kehormatan diri dan suaminya, ketika suaminya pergi.” (HR Ibnu Majah).
10. Amanah. Rasulullah bersabda, ”Ada tiga macam keberuntungan (bagi seorang lelaki), yaitu: pertama, mempunyai istri yang shalehah, kalau kamu lihat melegakan dan kalau kamu tinggal pergi ia amanah serta menjaga kehormatan
dirinya dan hartamu …” (HR Hakim).
11. istri shalehah mampu memberikan suasana teduh dan ketenangan berpikir dan berperasaan bagi suaminya. Allah SWT berfirman, ”Di antara tanda kekuasaan-Nya, yaitu Dia menciptakan pasangan untuk diri kamu dari jenis kamu sendiri, agar kamu dapat memperoleh ketenangan bersamanya. Sungguh di dalam
hati yang demikian itu merupakan tanda-tanda (kekuasaan) Allah bagi kaum yang berpikir.”(QS Ar Rum [30]: 21).[15]

·         Polemik yang sering terjadi dalam rumah tangga

وقد أباح الإسلام التعدد ولكن بشروط منها العدل، والقدرة وحذر من الميل لإحداهن ومنع الحق عن الأخرى، في الحديث عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي  صلى الله عليه وسلم  قال: "من كان له امرأتان يميل لإحداهما على الأخرى جاء يوم القيامة أحد شقيه مائل" (رواه النسائي).[16]

أجل، إن النبي [صلى الله عليه وسلم] أوصى الزوجات بإطاعة أزواجهن، ولكنه أمر بالرفق بهن ونهى عن تزويج الفتيات كرها وعن أكل أموالهن بالوعيد أو عند الطلاق.. ولم يكن للنساء نصيب في المواريث أيام الجاهلية.. فأنزلت الآية التي تورّث النساء. وفي القرآن تحريم لوأد البنات، وأمرٌ بمعاملة النساء والأيتام بالعدل، ونهى محمد [صلى الله عليه وسلم] عن زواج المتعة وحمل الإماء على البغاء.. وأباح تعدد الزوجات.. ولم يوصي الناس به، ولم يأذن فيه إلا بشرط العدل بين الزوجات فيهب لإحداهن إبرة دون الأخرى.. وأباح الطلاق أيضاً مع قوله: (أبغض الحلال إلى الله تعالى الطلاق). وليس مبدأ الاقتصار على زوجة واحدة من الحقوق الطبيعية مع ذلك، ولم يفرضه كتاب العهد القديم على الآباء، وإذا كان هذا قد أصبح سنة في النصرانية فذلك لسابق انتشاره في بلاد الغرب، وذلك من غير أن يحمله رعايا نيرون إلى بلاد إبراهيم ويعقوب [عليهما السلام].. وأيهما أفضل: تعدد الزوجات الشرعي أم تعدد الزوجات السّرّي؟.. إن تعدد الزوجات من شأنه إلغاء البغاء والقضاء على عزوبة النساء ذات المخاطر[17]


G.    Fiqhul Hadits
Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
  1. Kebangkitan wanita dari penindasan masa jahiliyah, dengan datangnya Rosululloh saw
  2. penghormatan nabi pada wanita
  3. lelaki yang baik adalah yang berperangai baik terhadap wanita
  4. salah satu tanda kesempurnaan iman seorang lelaki adalah yang paling baik budi pekertinya pada wanita.
  5. motivasi nabi untuk para lelaki agar berbudi pekerti yang baik terhadap wanita
  6. iman bisa bertambah dengan cara melakukan tha’at dan bisa berkurang sebab melakukan ma’siat
  7. Nabi adalah sosok kepala rumah tangga ideal yang sejati
  8. syarat kemubahan poligami adalah :
  1. adil
  2. mampu (memberi nafkah)
  3. tidak pilih kasih, sehingga mengesampingkan hak-hak istrinya yang lain
  1. barang siapa yang memiliki dua orang istri dan ia lebih condong pada salah satunya maka di hari kiamat tubuhnya akan dibengokkan salah satunya.
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي  صلى الله عليه وسلم  قال: "من كان له امرأتان يميل لإحداهما على الأخرى جاء يوم القيامة أحد شقيه مائل" (رواه النسائي)
  1. istri yang baik adalah yang taat pada suaminya ( tidak dalam hal kemaksiatan), bias menjaga diri dan senantiasa membahagiakan suaminya.
  2. Istri yang baik adalah yang pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami


























BAB III
PENUTUP

    1. Kesimpulan
               Berdasakan hadits (( أَكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا, و خياركم خياركم لنسائهم )), kita mengetahui bahwa betapa Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan perempuan, lebih-lebih dalam urusan rumah tangga Nabi menjadi suri tauladan terbaik dalam mewujudkan keluarga yang sakinah. Berdasar hadits tersebut salah satu tanda kesempurnaan Iman seorang laki-laki adalah dengan menghormati perempuan.
    1. Kritik danSaran

       Betapapun Islam  merupakan  satu cakrawala baru untuk pembebasan kaum wanita dari perbudakan Jahiliyah, namun seorang perempuan (wanita)tetap harus menjalankan peran dan fungsinya dalam rumah tangga, dan menjalani kebebasan terssebut dengan sebaik-baiknya.














DAFTAR PUSTAKA

شيخ الإسلام محي الدين أبي زكريا يحي بن شرف النووي,  رياض الصالحين من كلام سيد المرسلين, ( الحرمين, سنقافور, إندونيسيا, 2005 ), الطبعة: 3

إقامة الحجة غلى العالمين بنبوة خاتم ,باب : س,ج: 3, ( مكتبة شاملة )

محمد بن علان الصديقي الشافعي الأشعري المكي, دليل الفالحين لطرق رياض الصالحين, دار الكتاب العربي, بيروت , pdf

محمد بن عيسى الترمذي, جامع الترمذي, دار إحياء التراث العربي, بيروت ,رقم الطبعة : الأولى, (جوامع الكلم ), pdf

أبو حاتم بن حبان, صحيح ابن حبان, مؤسسة الرسالة, بيروت ,رقم الطبعة : الثانية, (جوامع الكلم ) pdf

د. غالب بن علي عواجي,  فرق معاصرة تنتسب إلى الإسلام وبيان موقف الإسلام منها, ب: فرق معاصرة 3, ج:2 ( مكتبة شاملة )

علي بن نايف الشحود , موسوعة الرد على المذاهب الفكرية المعاصرة 1-29, جمع وإعداد الباحث في القرآن والسنة ( مكتبة شاملة )

قالوا عن الإسلام, ب: س, ج: 1,ص:416, ( مكتبة شاملة )

Ust. Al-Hafidz, Ust. Masrap Suhaemi BA. Tarjamah Riyadhus Shalihin. Mahkota. Surabaya.1986

Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokohBesar Islam SepanjangSejarah, 2008, Pustaka Al-Kautsar: Jakarta

SyeikhAhmad Farid, 60 BiografiUlama’ Salaf, 2010, Pustaka Al-Kautsar: Jakarta


Iyyat Khudaifi Al-Misri, Tafsir Wanita, (Jakarta: Pustaka Group, 2009), cet. 1


Abu Al-Jauzaa', http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/02/definisi-iman.html, diakses pada 26-11-2013, [abul-jauzaa’ – ngaglik, sleman, diy – dari buku Al-Jahl bi-Masaailil-I’tiqaad wa Hukmuhu oleh ‘Abdurrazzaaq bin Thaahir bin Ahmad Ma’aasy, hal. 41-47, thesis, isyraaf : Asy-Syaikh ‘Abdurrahmaan bin Naashir Al-Barraak, Daarul-Wathan, Cet. 1/1417].

Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthoni,Diakses dari : http://muslim.or.id/keluarga/potret-suami-ideal-dalam-rumah-tangga.html
tanggal 11/25/2013, jam 14:03






[1]شيخ الإسلام محي الدين أبي زكريا يحي بن شرف النووي,  رياض الصالحين من كلام سيد المرسلين, ( الحرمين, سنقافور, إندونيسيا, 2005 ), الطبعة: 3, ص: 160
[2] Ust. Al-Hafidz, Ust. Masrap Suhaemi BA. Tarjamah Riyadhus Shalihin. Mahkota. Surabaya.1986. hal: 237.
[3]Syaikh Muhammad Sa’idMursi, Tokoh-tokohBesar Islam SepanjangSejarah, 2008, Pustaka Al-Kautsar: Jakarta, hal : 353
[4] SyeikhAhmad Farid, 60 BiografiUlama’ Salaf, 2010, Pustaka Al-Kautsar: Jakarta,hal: 565.
[5]  إقامة الحجة غلى العالمين بنبوة خاتم ,باب : س,ج: 3,ص: 319

[6] Iyyat Khudaifi Al-Misri, Tafsir Wanita, (Jakarta: Pustaka Group, 2009), cet. 1, halaman:10-11
[7]  محمد بن علان الصديقي الشافعي الأشعري المكي, دليل الفالحين لطرق رياض الصالحين, دار الكتاب العربي, بيروت, ص:135-136 , , pdf
[8] محمد بن عيسى الترمذي, جامع الترمذي, دار إحياء التراث العربي, بيروت ,رقم الطبعة : الأولى, ص: 442, (جوامع الكلم ), pdf
[9]  أبو حاتم بن حبان, صحيح ابن حبان, مؤسسة الرسالة, بيروت ,رقم الطبعة : الثانية, ص: 1533, (جوامع الكلم ) pdf
[10] Abu Al-Jauzaa', http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/02/definisi-iman.html, diakses pada 26-11-2013, [abul-jauzaa’ – ngaglik, sleman, diy – dari buku Al-Jahl bi-Masaailil-I’tiqaad wa Hukmuhu oleh ‘Abdurrazzaaq bin Thaahir bin Ahmad Ma’aasy, hal. 41-47, thesis, isyraaf : Asy-Syaikh ‘Abdurrahmaan bin Naashir Al-Barraak, Daarul-Wathan, Cet. 1/1417].


[11]  د. غالب بن علي عواجي,  فرق معاصرة تنتسب إلى الإسلام وبيان موقف الإسلام منها, ب: فرق معاصرة 3, ج:2, ص:170 ( مكتبة شاملة )
[12] Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthoni, MA., HR at-Tirmidzi (no. 3895) dan Ibnu Hibban (no. 4177), dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albani. Diakses dari : http://muslim.or.id/keluarga/potret-suami-ideal-dalam-rumah-tangga.html
tanggal 11/25/2013 jam 14 03
[13]ibid (Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (4/273).)
[14] Ibid, Kitab “Faidul Qadiir” (3/498).
[16]  علي بن نايف الشحود , موسوعة الرد على المذاهب الفكرية المعاصرة 1-29, جمع وإعداد الباحث في القرآن والسنة, ( مكتبة شاملة )
[17] قالوا عن الإسلام, ب: س, ج: 1,ص:416, ( مكتبة شاملة )

Tidak ada komentar: