Kamis, 21 Agustus 2014

Athaf



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menerjemah merupakan salah satu dari sekian seni yang ada selama ini. Keindahan suat seni, bergantung pada pengukirnya. Jika ia mampu membentuk sedemikian rupa, ia bisa menyihir sasarannya. Menerjemah memerlukan ilmu yang bisa membimbing agar menjadi penerjemah yang baik, tentu disertai dengan berlatih. Eksistensi terjemah memudahkan memahami bahasa yang akan kita kaji, menurut satu sisi.
Dalam mengkaji kitab dibutuhkan skill menterjemah agar faham dengan apa yang dikehendaki seorang mushonnif atau muallif. Tapi di sini dibutuhkan berhati-hati agar tidak sampai menyeleweng dari bahasa sumber. Tentu dalam suat karya ilmiah atau kitab selalu ada yang disebut konjungsi, kalimat huruf yang didalamnya tentu tidak semua bisa diterjemah leterleg. Akan tetapi tergantung siakul kalam. Untuk membedakannya perlu ada kajian bab tersebut.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah langkah-langkah menerjemah isim masdar?
2.      Bagaimanakah langkah-langkah menerjemah isim jama’?
3.      Bagaimanakah langkah-langkah menerjemah isim maushul?
4.      Bagaimanakah langkah-langkah menerjemah huruf athaf Lawu?





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Mashdar
المصدر هو الإسم المنصوب الذي يجيئ ثالثا في تصريف الفعل نحو قولك " ضَرَبَ يَضْربُ ضَرْبًا "
Mashdar ialah isim manshub yang dalam tashrifan fi’il jatuh pada urutan ketiga, seperti pada contoh : " ضَرَبَ يَضْربُ ضَرْبًا ". mashdar disebut juga maf’ul muthlaq.
Mashdar itu ada dua bagian, yaitu :
1.      mashdar lafdhi : Apabila lafadz mashdar itu sesuai (serupa) dengan lafadz fi’ilnya. Contoh : قَتَلْتُهُ قَتْلاً (aku telah membunuh dia dengan sebenar-benarnya).
2.      mashdar ma’nawi : Apabila lafadz mashdar itu sesuai dengan fi’ilnya dalam hal maknanya saja tanpa lafadznya. Contoh : جَلَسْتُ قُغُوْدًا (aku telah duduk dengan sebenar-benarnya).[1]


Ø  Pengamalan Mashdar
Masdar itu bisa beramal seperti fi’ilnya dalam segi lazim dan muta’addinya., apabila fi’ilnya lazim, maka masdarnya juga lazim, apabila fi’ilnya muta’addi maka masdarnya juga muta’addi, mashdar yang bisa beramal seperti fi’ilnya berada pada dua tempat, yaitu :
1.      Mashdar yang menggantikan kedudukan fi’ilnya
Contoh : ضَرْبًا زَيْدًا
2.      Mashdar yang tempatnya bisa ditaqdirkan dengan lafadz أَنْ mashdariyah dan fi’il (jika makna yang dimaksud adalah madly atau istiqbal) atau ditaqdirkan dengan مَا mashdariyah dan fi’il (jika yang dimaksud adalah zaman hal). Contoh :
a.       yang ditaaqdirkan dengan أَنْ mashdariyah dan fi’il :  عَجِبْتُ مِن ضَرْبِكَ زَيْدًا أَمْسِ (saya kagum atas pukulanmu pada Zaid kemarin).
Taqdirnya : مِن أَنْ َضَرَبْتَ زَيْدًا أَمْسِ 
b.      yang ditaaqdirkan dengan مَا mashdariyah dan fi’il : عَجِبْتُ مِن ضَرْبِكَ زَيْدًا الأن (saya kagum atas pukulanmu pada Zaid sekarang).
Taqdirnya : مِمَّا تَضْرِبُ زَيْدًا الأن


Ø  Mashdar yang bisa beramal itu bentuknya ada tiga, yaitu :
·         di Idhofahkan
Contoh : عَجِبْتُ مِن ضَرْبِكَ زَيْدًا (saya kagum atas pukulanmu pada Zaid)
·         mujarrod atau ditanwin (tidak di idhofahkan dan tidak bersamaan Alif Lam). Contoh : أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِيْ مَسْغَبَةٍ يَتِيْمًا (atau memberi makan pada hai kelaparan (kepada) anak yatim). (al-Balad 14-15)
·         mashdar yang bersamaan Alif Lam
mashdar ini bisa beramal hukumya nadhir (jarang terjadi). Contoh : عَجِبْتُ مِن الضَّرْبِ زَيْدًا (aku kagum pada pukulan itu yang mengenai Zaid).[2]

Ø  Wazan-wazan masdar
a.       Wazan فَعْلٌ : wazan ini menjadi mashdar qiyasi dari setiap fi’il tsulatsi yang muta’addi (yang membutuhkan maf’ul) secara muthlaq. Contoh :
1.      Dibaca fathah : ضَرَبَ ـ ضَرْبًا
2.      Dibaca kasrohفَهِمَ ـ فَهْمًا :  
Kecuali jika menunjukkan arti Shina’ah (pekerjaan keahlian), maka mashdar qiyasinya mengikuti wazan فِعَالَةٌ seperti :
a.       حَاطَ ـ حِيَاطَةً : menjahit
b.      حَاكَ ـ طَيَاكَةً : menenun
c.       حَجَمَ ـ حِجَامَةً : mencantuk
Yang dimaksud qiyasi dalam bab mashdar mengikuti Imam Kholil dan Imam Akhfasyi yaitu apabila kita menemkan suatu lafadz dan tidak diketahui bagaimana orang Arab mengucapkan mashdarnya lafadz tersebut, maka kita boleh mengqiyaskan (menyamakan) dengan wazan-wazan mashdar yang ada.
b.      Wazan فَعَلٌ : wazan ini menjadi mashdar qiyasinya fi’il madhi yang mengikuti wazan فَعِلَ yang maknanya lazim secara muthlaq. Contoh : فَرِحَ ـ فَرْحًا
c.       Wazan فُعُوْلٌ : wazan ini menjadi mashdar qiyasinya fi’il madhi yang mengikuti wazan فَعَلَ : yang laazim secara muthlaq dari semua bina’. Contoh : قَعَدَ ـ قُعُوْدًا
d.      Wazan فَعَالٌ : wazan ini menjadi mashdar qiyasinya lafadz yang menunjukkan arti mencegah, keengganan (tidak patuh). Contoh : أَبِقَ ـ إِبَاقا (lari, minggat)
e.       Wazan فَعَلاَنٌ : wazan ini menjadi mashdar qiyasinya lafadz yang menunjukkan arti gerak, goncang dan bolak-balik (taqollub). Contoh : جَالَ ـ جَوَلاَنٌ (berputar).
f.       Wazan فُعَالٌ : wazan ini menjadi mashdar qiyasinya fi’il madhi yang mengikuti wazan فَعَل yang menunjukkan arti penyakit dan suara. Contoh :
1.      yang menunjukkan arti penyakit : سَعَلَ ـ سُعَالٌ (batuk)
2.      yang menunjukkan arti suara : صَرَخَ ـ صُرَاخًا (berteriak)
g.      Wazan فَعِيْلٌ : wazan ini menjadi mashdar qiyasinya fi’il madhi yang mengikuti wazan فَعَل yang menunjukkan arti berjalan dan suara. Contoh :
1.      yang menunjukkan arti berjalan : رَحَلَ ـ رَحِيْلاً (berangkat)
2.      yang menunjukkan arti suara : صَفَرَ ـ صَفِيْرٌ (bersiul)
h.      Wazan فُعُوْلَةٌ : wazan ini menjadi mashdar qiyasinya fi’il madhi yang mengikuti wazan فَعُلَ yang isim shifatnya mengikuti wazan فَعْلٌ. Contoh : سَهُلَ ـ سُهُولَةٌ ـ سَهْلٌ (mudah).
i.        Wazan فَغَالَةٌ : wazan ini menjadi mashdar qiyasinya fi’il madhi yang mengikuti wazan فَعُلَ yang isim shifatnya mengikuti wazan فَعِيْلٌ : contoh :
نَظُفَ ـ نَظَافَةٌ ـ نَظِيْفٌ (bersih).[3]
B.     ISIM JAMA’[4]
1.      Jama’ Taksir
Yaitu kalimat isim yang menunjukkan arti lebih dari dua dengan bentuk lafadz yang berubah dari mufrodnya, baik perubahan itu tampak atau dalam perkiraan (taqdir).
a.       Perubahan yang tampak (dhohir), itu ada , yaitu :
1.      Menambah huruf tanpa merubah harokat.
Seperti : صِنْوٌ  menjadiصِنْوَانٌ   (cabang pohon)
2.      Mengurangi huruf tanpa merubah harokat.
Seperti : تُخَمَةٌ  menjadiتُخَمٌ   (lemas Karena banyak makan)
3.      Mengganti harokat tanpa menambah dan megurangi huruf
Seperti : أَسَدٌ  menjadiأُسُدٌ   (singa)
4.      Mengganti harokat dan menambah huruf
Seperti : رَجُلٌ  menjadiرِجَالٌ    (orang laki-laki)
5.      Mengganti harokat dan mengurangi huruf
Seperti : قَضِيْبٌ  menjadiقُضَبٌ   (tongkat)
6.      Mengganti harokat, menambah dan mengurangi huruf.
Seperti : غُلاَمٌ  menjadiغِلْمَانٌ   (pembantu)

b.      Perubahan Taqdiri
Lafadz jama’ taksir yang mengalami perubahan dari bentuk mufrodnya dalam kira-kiranya (taqdiri) itu ada tujuh lafadz :
1.      Lafadz فُلْكٌ  (perahu)
2.      Lafadz  دِلاَصٌ  (yang mengilat, licin)
3.      Lafadzهِجَانٌ   (yang pilihan)
4.      Lafadz  شِمَالٌ  (kiri)
5.      Lafadzعِفْتَانٌ   (orang kuat yang kasar perangainya)
6.      Lafadzكِنَازٌ   (unta yang gemuk)
7.      Lafadzإِمَامٌ   (pemimpin)


Pembagian jama’ taksir itu dibagi 2, yaitu :
a.      Jama’ Qillah
Yaitu makna yang ditunjuk itu mulai tiga sampai sepuluh.
Jama’ qillah memiliki 4 wazan, yaitu :
1.      أَفْعِلَةٌ
2.      أَفْعُلُ
3.      فِعْلَةٌ
4.      أَفْعَالٌ



b.      Jama’ Katsroh
Yaitu makna yang ditunjuk itu mulai sepluh sampai tidak ada batasnya.
Jama’ katsroh memiliki 23 wazan, yaitu :[5]
1.      فُعْلٌ              8. فِعَلَةٌ               15. فُعَلاَءُ                       22.
2.      فُعُلٌ              9. فُعَّلٌ                16.أَفْعِلاَءُ                        23.
3.      فُعَلٌ              10.فُعَّالٌ              17.فَوَاعِلُ
4.      فِعَلٌ              11. فِعَّالٌ             18. فُعْلاَنُ
5.      فُعْلَةٌ             12. فِعَالٌ             19.
6.      فَعْلَةٌ             13.فُعوْلٌ             20.
7.      فَعْلَى             14.فِعْلاَنُ            21.

2.      Jama’ Mudzakkar Salim
Yaitu lafadz yang dijama’kan bersamaan selamatnya bentuk mufrodnya, dan memenuhi syarat-syaratnya.
I’robnya lafadz yang di jama’kan mudzakkar salim ketika rofa’ menggunakan wawu, nashob dan jernya mengguakan ya’. Contoh :
a.       جَاءَ عَامِرُوْنَ المسجدَ للجماعة (ketika rofa’)
b.      رَأَيْتُ عامرِيْنَ فِي المسجدِ  (ketika nashob)
c.       مَرَرْتُ  بِعَامرِيْنَ فِي المسجدِ (ketika jer)
Hukumnya nun jama’ mudzakkar dan lafadz yang mulhaq denganya. Hukumnya terbaca fathah.contoh : جَاءَ عَامِرُوْنَ المسجدَ للجماعة.
3.      Jama’ Muannas Salim
Yaitu lafadz yang di jama’kan dengan alif dan ta’ yang tambahan. Seperti : مُسْلِمَاتٌ.
JAMA’ Mu’annas Salim terlaku (qiyasi) didalam limaa perkara, yaitu :
1.      Lafadz yang memiliki ta’
Hal ini aada yang berupa :
a.       Alam (nama orang) yang mu’annas
Seperti lafadz فاطمة   dijama’kan فاطماتٌ (nama wanita)
b.      Alam yang tidak m’annas
Seperti lafadz : طَلحَةٌ  dijama’kan طلحَاتٌ (nama laki-laki)
c.       Berupa sifat
Seperti : مُسْلِمَةٌ  dijama’kan مُسْلِمَاتٌ (wanita Islam)
2.      Lafadz yang ada Alif ta’nisnya
Hal ini ada dua macam yaitu :
a.       Alif Maqshuroh. Seperti : lafadz ذِكْرَى   dijama’kan ذِكْرَياتٌ  (kenangan)
b.      Alif Mamdudah. Seperti : lafadz صَحْرَاء  dijama’kan صَحْرَاءاتُ  (tanah lapang)
3.      Nama mu’annas yang tidak ada tandanya
Seperti : زَيْنَبٌ dijama’kan زَيْنَبَاتٌ
4.      Tashgirnya lafadz mudzakkar yang tidak berakal
Seperti : lafadz دِرْهَمٌ  ditashgir دُرَيْهِمٌ  dijama’kan دُرَيْهِمَاتٌ  
5.      Sifatnya lafadz mudzakkar yang tidak berakal
Seperti : أَيَّامٌ مَعْدُوْدَةٌ (hari-hari yang terhitung)
I’robnya Jama’ Mu’annas Salim dan lafadz yang dimulhaaqkan dengannya ketika tingkah jer dan nashob sama-sama ditandai dengan kasroh. Seperti : خلق الله السّموات[6]
C.    Menerjemahkan isim-isim maushul (الأسماءالموصولة)[7]
I.                   Tentang menerjemahkan ما maushul-mubham (Nuclear relative pronoun) yang diikuti oleh من bayaniyah
Tidak sedikit dalam bahasa Arab, baik lama maupun modern, yang menggunakan ‘gaya’ maushul-mubham yang segera diikuti oleh penjelasannya dengan dirangkai harf jar(preposisi). Menerjemahkan gaya seperti ini harus dengan mengubahnya atau membuang beberapa kata, yaitu... dan...-nya. Misalnya,
1.      منذ وجدالانسان على الأرض وهو مشوق الى تعريف ما فى الكون المحيط به من سنن وخصائص وكلما امعن في المعرفة ظهرة له عظمة الكون اكثر من ذي قبل وظهر ضعفه وتضائل غروره.
2.      والكهرباءوما نشاء عنه من الاختراعات قرّبت الى العقل في إمكان تحويل المادّةِ إلى قوّة وتحويل القوّة إلى مادّةٍ وعلمُ استحضارِ الأرواحِ فسّر الناس شيئاً كثيرًا ممَّا كانوا فيه يختلفونَ...
3.      فالعملة والأنواط بما تحمله من صُوَرِ الآلهة وصور الملوك والأمراء وأسمائهم وذكرى الحوادثِ...تقدّم للباحثين مادّة تاريخيّة قيّمة.
1.      Sejak manusia ada di muka bumi dan selalu ingin tahu hukum-hukum alam dan karakter-karakternya di jagat raya ini, dan setiap kali ia mengarungi pengetahuan, tampaklah baginya kebesaran alam raya lebih daripada sebelumnya dan tampaklah kelemahannya serta melemah ilusinya...
Perhatikan contoh ini, kita dapati bahwa ما dan من dalam
.....إلي تعرىف ما في الكون المحىط بة من سنن وخصا ئص.......
tidak kita terjemahkan menjadi sesuatu atau hal, dan dari. Perhatikan juga kata وجد dan kata مشوق yang berbentuk pasif, tetapi kita terjemahkan menjadi bentuk aktif.
2.      Listrik dan penemuan-penemuan yang diilhami olehnya telah memudahkan akan kita untuk memahami kemungkinan transformasi materi  ke potensi dan transformasi potensi ke materi, dan avocation of spirits(spiritisme= menghadirkan ruh) telah menjelaskan banyak hal yang mereka perselisihkan ...
Perhatikan ما dan من yang memisahkan kata (kalimat) نشأعنه dan kata (kalimat) مما/من. Kita tidak menerjemahkannya dengan: sesuatu dan dari.
3.      Mata uang dan lencana , termasuk gambar-gambar Tuhan, raja-raja, penguasa dan nama-nama mereka, serta penuturan peristiwa-peristiwa...memberikan data sejarah yang berharga bagi para peneliti.
Perhatikan بما dan فيه من yang kita salin dengan: termasuk. Kalimat ini tidak kita terjemahkan menjadi (misalnya): Mata uang dan lencana, dengan yang ada di dalamnya seperti gambar-gambar.
Ma Maushulah dan Man Maushulah yang diterjemahkan menjadi: ’ada’ atau ‘adalah’.
1.      ومن العرب من كان يؤمن بالله واليوم الآخر وينتظر النّبوة
2.      ومن هؤلاء القضاة من لم يحا فظ على هذه الثقة
3.      ومن الكتاب من كان يكتب للنبي مدة قلت أو كثرت
4.      من العادات ما هو صالح للبقاء
5.      واعلم أن ممّا يؤيّدُ هذه الميزان ما أجمع عليه أهل الكشف وصرّح عليه الشّيخ محى الدّين.
1.      Di antara orang Arab ada yang beriman kepada Allah, hari akhir dan menanti nubuwah.
Tidak kita terjenahkan menjadi: di antara orang Arab seseorang/ orang yang beriman ...
2.      Di antara para hakim itu ada yang tidak menjaga kepercayaan tersebut.
Juga tidak kita terjemahkan menjadi: di antara para hakim itu orang yang tidak menjaga ...
3.      Di antara para penulis (wahyu) ada yang menulis untuk Nabi Saw dalam waktu yang pendek atau lama.
Akan rusak kalau kalimat ini kita salin menjadi: di antara para penulis (wahyu) seseorang yang menulis ,,,
4.      Di antara berbagai tradisi ada yang layak bertahan.
Jelek sekali kalau kalimat ini kita salin dengan: di antara berbagai tradisi sesuatu/hal yang layak bertahan.
5.      Ketahuilah bahwa salah satu yang mendukung (kitab) Mizan ini adalah apa yang telah disepakati oleh para pendukung ajaran kasy’f dan ditegaskan oleh Syaikh Muhyiddin.
Tidak kia salin menjadi: ... yang mendukung kitab Mizan ini sesuatu yang ...
D.    Harf ‘athaf wawu (و)[8]
Harf athaf و biasa diterjemahkan menjadi: “dan”. Tetapi ada banyak konteks kalimat yang menghendaki  و kita salin dengan “maupun” dan “karena”. Perhatikan beberapa contoh berikut:
1.      وبذالك جذّب ماريو باي الى ميدان علم اللغة فئات من القرّاء كانت بعيدة عنه ووفّق في تقريب هذه المادّة الى المتخصّصين وغيرالمتخصّصين على السّواء.
Dengan demikian, Mario Pei telah menarik berbagai kalangan pembaca, yang sebelumnya jauh, kepada linguistik, mendekatkannya baik baik kepada spesialis maupun bukan.
2.      بل انّ هناك ميلا من بعض الوكالات والاوساط الحوميّة الى ان تشترط في موظّفيها – من الرّجال والنساء – ليس فقط ان يتّقنوا بعض اللغات الاجنبيّة, بل....
….Bahkan ada kecendurangan pada beberapa kedutaan atau perwakilan Negara untuk mensyaratkan pada pegawainya – baik laki-laki maupun perempuan- agar tidak hanya menguasai beberapa bahasa asing, tetapi…
3.      وأمّا أن يقصّرالزّوج عن الانفاق على زوجته فى الحدود التّي تحتاجها كرامة الزوجة وسعادة الاسرة وهوقادرعلى ذلك فهذا بخل يمقته الله.
Adapun jika suami kikir untuk memberikan nafkah kepada istri, yang diperlukan untuk kehormatan istridan kebahagiaan keluarganya, padahal ia mampu memberikannya, maka ini adalah kebakhilan yang dibenci oleh Allah.
واو pada kata وهوقادر tidak kita salin dengan ‘dan’. واو dalam contoh diatas disebut dengan الواو الحلية

E.     Sifat berupa kalimat (na’tul jumlah)
Yang dimaksud ‘sifat berupa kalimat’ adalah apabila dalam suatu kalimat terdapat satu bagian yang memiliki sifat berupa kalimat, bukan berupa kata atau frase. Kalimat sifat tersebut dapat dapat didahului isim maushul, yakni allafdzi dan sejenisnya, ataupun tidak. Yang perlu diperhatikan adalah, kalimat sifat yang tidak didahului maushul biasanya dimaksudkan untuk mensifati kata nakiroh (tidak tertentu), sedangkan kalimat sifat yang didahului oleh mausul biasanya dimaksudkan untuk mensifati kata makrifat.
Cara penerjemahan pada kalimat sifat yang didahului maushul kiranya sudah jelas, yakni maushul diartikan sebagai ‘yang’ dan memiliki fungsi sebagai penghubung. Sedangkan  pada kalimat sifat yang tidak didahului maushul, penerjemah harus menambahkan kata ‘yang’ dalam terjemahannya, sekalipun tidak ada kata yang secara eksplisit menunjukkan hal itu.
Sebagai contoh:
·         اننا نجد أنفسنا أمام مشكلات لاتجد حلولالها
Diterjemahkan → sungguh kita melihat diri kita berada dihadapan setumpuk persoalan yang tidak ditemukan solusinya
·         انها عملية تاريخية عظيمة تستوعب عمليات النقد
Hal itu sungguh merupakan proses sejarah agung yang secara mutlak menuntut proses-proses yang kritis
·         ان ازمة تعيشها الشعوب العربية الان أزمة حضارية
Krisis yang dialami bangsa-bangsa Arab sekarang ini sesungguhnya merupakan sebuah krisis paradaban

F.     Kata و di Awal Kalimat
Pembaca atau penerjemah teks Arab sering menggenalisir makna kata و adalah ‘dan’. Padahal و diawal kalimat, yang disebut wawu athaf, dalam banyak kasus bukan bermakna ‘dan’. Wawu athaf  banyak yang bermakna isti’naf, yakni semacam ungkapan yang digunakan sekedar untuk mengawali suatu kalimat atau pembicaraan tanpa memiliki pesan tersendiri. Pemakaiannya barangkali serupa dengan kata ‘mah’ dalam bahasa sunda, atau ‘toh’ dalam bahasa Sulawesi, atau ‘je’ dalam bahasa Jawa Jogyakarta, yang semuanya lebih berfungsi sebagai tambahan ketimbang menyampaikan pesan khusus.
Dengan demikian, cara penerjemah kalimat yang diawal wawu isti’naf  tidak perlu menambahkan kata ‘dan’ di awalnya. Seringkali terjemahan menjadi tidak nyaman apabila kata ‘dan’ di paksa dicantumkan.
Contoh :
·         والحركة الاسلامية اليوم بحاجة الى العديد من الاجتهاد
Diterjemakan→ gerakan Islam saat ini sangat memerlukan banyak ijtihad.
·         ولقد نبه القرأن الكريم  لهذه القضية الخطيرة
Diterjemakan→ Al-Qur’an al-karim sungguh telah memperingatkan persoalan yang berbahaya ini.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
v  Pengertian Mashdar
المصدر هو الإسم المنصوب الذي يجيئ ثالثا في تصريف الفعل نحو قولك " ضَرَبَ يَضْربُ ضَرْبًا "
Mashdar ialah isim manshub yang dalam tashrifan fi’il jatuh pada urutan ketiga, seperti pada contoh : " ضَرَبَ يَضْربُ ضَرْبًا ". mashdar disebut juga maf’ul muthlaq.
v  Jama’ Taksir
Yaitu kalimat isim yang menunjukkan arti lebih dari dua dengan bentuk lafadz yang berubah dari mufrodnya, baik perubahan itu tampak atau dalam perkiraan (taqdir).
v  Menerjemahkan isim-isim maushul (الأسماءالموصولة)[9]
Tentang menerjemahkan ما maushul-mubham (Nuclear relative pronoun) yang diikuti oleh من bayaniyah.
v  Harf ‘athaf wawu (و)
Harf athaf و biasa diterjemahkan menjadi: “dan”. Tetapi ada banyak konteks kalimat yang menghendaki  و kita salin dengan “maupun” dan “karena”.
v  Sifat berupa kalimat (na’tul jumlah)
Yang dimaksud ‘sifat berupa kalimat’ adalah apabila dalam suatu kalimat terdapat satu bagian yang memiliki sifat berupa kalimat, bukan berupa kata aatau frase. Kalimat sifat tersebut dapat dapat didahului isim maushul, yakni allafdzi dan sejenisnya, ataupun tidak. Yang perlu diperhatikan adalah, kalimat sifat yang tidak didahului maushul biasanya dimaksudkan untuk mensifati kata nakiroh (tidak tertentu), sedangkan kalimat sifat yang didahului oleh mausul biasanya dimaksudkan untuk mensifati kata makrifat.
v  Kata و di Awal Kalimat
Pembaca atau penerjemah teks Arab sering menggenalisir makna kata و adalah ‘dan’. Padahal و diawal kalimat, yang disebut wawu athaf, dalam banyak kasusbukan bermakna ‘dan’. Wawu athaf  banyak yang bermakna isti’naf, yakni semacam ungkapan yang digunakan sekedar untuk mengawali suatu kalimat atau pembicaraan tanpa memiliki pesan tersendiri. Pemakaiannya barangkali serupa dengan kata ‘mah’ dalam bahasa sunda, atau ‘toh’ dalam bahasa Sulawesi, atau ‘je’ dalam bahasa Jawa Jogyakarta, yang semuanya lebih berfungsi sebagai tambahan ketimbang menyampaikan pesan khusus.

Daftar Pustaka

Mufid, Nur. Rahman, Kaserun AS, Buku Pintar Menerjamah Arab-Indonesia, pustaka Progresif:Surabaya, 2007
Burdah, Ibnu, Menjadi Penerjemah, Tiara Wacana Yogya: Yogyakarta, 2004
Shofwan, M. sholihuddin, مقاصد النحويّة  juz tsalis, Harapan Mandiri: Kediri, 2005


[1] . anwar, KH.moch, Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah Dan ‘Imrithy, sinar baru algensindo, bandung, 2012. Hal: 132
[2] . M. sholihuddin Shofwan, مقاصد النحويّة  juz tsalis, Harapan Mandiri, Kediri, 2005, hal : 36-38
[3] . ibid, hal : 51-57
[4] . op.cit, juz Robi’, hal : 158-182

[6] . op.cit, juz awal hal : 47-56
[7] Nur mufid, kaserun AS, Rahman, Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesi, (Surabaya:Pustaka Progresif). Hal:94-97
[8] Nur mufid, kaserun AS, Rahman, Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesi, (Surabaya:Pustaka Progresif). Hal:145-147
[9] Nur mufid, kaserun AS, Rahman, Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesi, (Surabaya:Pustaka Progresif). Hal:94-97

Tidak ada komentar: