KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Dia-lah Tuhan Langit
dan Bumi. Maha suci allah yang memberi rahmat tak habis-habisnya. Atas
rahmat-Nya kami bisa amenyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Sholawat serta salam marilah kita sampaikan kepada Rasulullah saw.
semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh syafaat-Nya kelak di hari
ketika nasab dan asal tempat tida ada gunanya, kecuali yang memelihara
kecintaan kepada Rasulullah.
Berkehidupan rumah tangga merupakan keniscayaan. Di dalamnya terdapat
konvensi tersurat pun tersirat sehingga harus menjadi pedoman agar dapat
mencapai kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan arRohmah. Namun
realitanya, banyak orang secara tidak sadar ataupun sadar menerobos keluar
garis dari aturan tersebut. Khususnya seorang istri, yang terkadang malah
menganggap dirinya di atas segalanya dibandingkan kedudukan seorang suami.
Berangkat dari itu penulis berantusias menyajikan makalah ini. Berharap semoga
makalah ini dapat menjadi salah satu panduan bagi ‘arusyain dalam
mengarungi kehidupan.
Sekiranya hanya beberapa potong kata yang dapat penulis tuangkan sebagai
bahan pengantar menuju ke “pintu” makalah ini. Dan dalam makalah ini tentu saja masih jauh dari
sempurna, akan tetapi sebagaimana usaha rintisan diharapkan akan merangsang
tulisan-tulisan lain yang lebih sempurna. Kritik dan saran selalu kami harapkan
demi perbaikan dalam tulisan-tulisan selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan rumah
tangga tidak lepas dari guncangan-guncangan dasyat. Sedikit dari wanita yang
mampu mempertahankan utuhnya kebahagiaan di dalamnya. Semua pernik-pernik
kehidupan mikro tersebut akan sangat berpengaruh pada kehidupan makronya.
Tentunya pada ketraman suatu bangsa.
Kewajiban
yang sering diabaikan dan yang harus diperhatikan, sesuai pasal 77 yang tertera
dalam Kompilasi Hukum Islam:
1. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah dan rohmah yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat.
2. Suami istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
3. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak
mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasannya dan
pendidikan agamanya.
4. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.
5. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan agama.[1]
B. Tujuan Masalah
Berangkat
dari latar belakang di atas maka makalah ini disajikan dengan bertujuan tidak
lain adalah agar pembaca bukan saja mampu menghafal pasal 77 di atas, melainkan mampu menerapkannya, dalam kehidupan
selanjutnya. Dimulai dengan membentuk kebahagiaan kehidupan terkecil, yang
kemudian dapat membentuk bangsa yang
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits dan Terjemahannya
وعن أم سلمة رضي الله عنها قالت: قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: أيما امرأة ماتت وزوجها عنها راض دخلت الجنة رواه الترمذي
وقال حديث حسن
Ummu
Salamah ra. (Istri Nabi) meriwayatkan Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “"Perempuan
mana saja yang meninggal, sedangkan suaminya dalam keadaan ridho terhadapnya,
maka dia masuk surga.". (HR. At-Tirmidzi).[2]
B. Biografi Rawi
Dilahirkan pada 279 H di kota Tirmiz, Imam
Tirmizi bernama lengkap Imam Al-Hafiz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin
Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmizi. Sejak kecil, Imam Tirmizi gemar
belajar ilmu dan mencari Hadits. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke
berbagai negeri, antara lain Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain.
Dalam lawatannya itu, ia banyak mengunjungi
ulama-ulama besar dan guru-guru Hadits untuk mendengar Hadits dan kemudian
dihafal dan dicatatnya dengan baik. Di antara gurunya adalah; Imam Bukhari,
Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Selain itu, ia juga belajar pada Imam Ishak bin
Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin Abdurrahman, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni',
dan lainnya.
Perjalanan panjang pengembaraannya mencari
ilmu, bertukar pikiran, dan mengumpulkan Hadits itu mengantarkan dirinya
sebagai ulama Hadits yang sangat disegani kalangan ulama semasanya. Kendati
demikian, takdir menggariskan lain. Daya upaya mulianya itu pula yang pada
akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia
hidup sebagai tuna netra. Dalam kondisi seperti inilah, Imam Tirmizi meninggal
dunia. Ia wafat di Tirmiz pada usia 70 tahun.
C. Tahlil Al-Lafdzi
D. Syarh Al-Hadits[3]
(وعن أم)
المؤمنين أم (سلمة) هند بنت أبي أمية سبقت ترجمتها (رضي الله عنها) في باب التوكل
(قالت: قال رسول الله : أيما) بتشديد التحتية وهي الشرطية وحاصلة للتأكيد، وأي
مضافاً إلى (امرأة ماتت) أي فارقت الحياة مؤمنة (وزوجها عنها راض) جملة حالية من
الضمير المستكن في ماتت والظرف متعلق براض قدم اهتماماً بشأنه (دخلت الجنة) ظاهره
ابتداء مع الفائزين، وهو محتمل بأن يغفر الله سيئاتها ويرضى عنها الخصماء (رواه
الترمذي) ابن ماجه والحاكم (وقال) أي الترمذي (حديث حسن) ثم مفهوم الحديث أن من
ماتت وهو عنها غير راض لا تدخل الجنة: أي مع الفائزين كما تقدم أنه ظاهر المنطوق،
ويحتمل أن يبقى على عمومه ويحمل على ما إذا استغلت ذلك، وكان مما أجمع على تحريمه
وعلم من الدين بالضرورة وقد علمت ذلك.[4]
E. Fiqh Al-Hadits
a. Ketaatan kepada
suami adalah wajib atas istri selama suami tidak memerintahkan kepada maksiat
kepada Allah. dan selain itu seperti suami memerintahkan suatu hal yang baik,
maka wajib atas istri untuk melakukannya.
b. Senantiasa bersyukur baik bi-lisan, bi-af’al atau bi-jawarih dengan
pemberian suami, karena:
1) dengan itu Allah akan mencukupkan segala urusannya di dunia.
2) Ancaman Allah:
أخرج الحاكم بسند صحيح عن عبد الله بن عمرو أن النبي -
صلى الله عليه وسلم - قال لا ينظر الله تبارك وتعالي إلى امرأة لا تشكر لزوجه -
وفي رواية لا تشكر زوجها - وهي لا تستغني عنه.[5]
c. إذا ماتت المرأة وهي
مؤمنة وكانت مؤدية حق الزوج بحيث نالت رضاه دخلت الجنة ابتداء مع الفائزين وهو
محتمل ان يغفر الله سيئاتها أو يرضى عنها[6]
d. وإذا أطاعت
الزوجة زوجها فإنه يرضى عنها ، وإذا ماتت وزوجها راض عنها دخلت الجنة ، قال صلى
الله عليه وسلم : "وأيما امرأة ماتت وزوجها راض عنها دخلت الجنة" رواه
الترمذي وابن ماجة .[7]
e. رضا
الزوج عن زوجته سببًا لدخولها الجنة؛ فقد روى الترمذي وابن ماجه والحاكم عن أم
سَلَمَة - رضي الله عنها - قالت: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: ((أَيُّمَا امْرَأَةٍ ماتت وزوجُها عنها راضٍ دخلت الجنة))، وقال لأحد النساء: ((انظُري فإنه جَنَّتُك ونارُك))؛
رواه وأحمد والطبراني وصححه الألباني.[8]
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata,
وليس على المرأة بعد حق الله ورسوله أوجب من حق الزوج
“Tidak ada
hak yang lebih wajib untuk ditunaikan seorang wanita –setelah hak Allah dan
Rasul-Nya- daripada hak suami” (Majmu’ Al Fatawa, 32: 260)[9]
أفضل النساء كما وصفها بعض الحكماء
: ( أصدقهن إذا قالت،
التي إذا غضبت حلمت ، وإذا ضحكت تبسمت ، وإذا صنعت شيئًا جودت ، التي تطيع زوجها ،
العزيزة في قومها ، الذليلة في نفسها )
(4) - أخرجه : ابن ماجه ( 1854 ) ، والترمذي ( 1161 ) وقال : ((
حديث حسن غريب )) على أنَّ إسناد الحديث ضعيف لجهالة مساور الحميري وأمه
BAB III
PENUTUP
[1]
Prof. Dr. Abdul Rahman
Ghozali, M.A.,Fiqih Munakahat, (Jakarta: kencana, 2008), cet-3, Hal. 157
[3]
Syarh Al-Riyadlus Sholohin, Juz 1, Hal.337
[4]
محمد علي بن محمد علان بن
إبراهيم البكري الصديقي الشافعي, دليل الفالحين لطرق رياض الصالحين, Juz
2, Hal. 410
[6]
الدكتور مصطفى سعيد الخن و أصدقائه, نزهة المتقين شرح رياض الصالحين
, بيروت – شارع سوريا , hal. 289
[7]File:///C:/User/Sony/Document/حديث/اذا ماتت المراة وزوجها راض عنها دخلت الجنة فما الحديث الدال على ذلك
- تمت الإجابة عنه Google- إجابات. Htm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar