Selasa, 20 Mei 2014

PERAWI HADITS



Kata pengantar
Bismillahirrahmanirrahim
          Syukran Alhamdulillah. Atas limpahan rahmat Allah yang tiada henti-hentinya kepada kita lebih khususnya kepada kami yang mendapat tugas memotret makalah bertemakan “Gelar Ahli Hadits” sehingga kami mampu mendeskripsikan gelar-gelar ahli hadits secara tuntas.
          Allahumma shalli wa sallim wa baarik ‘alaih. Yaa Allah curahkanlah selalu rahmat-Mu kepada baginda tercinta, Muhammad s.a.w. yang karena cinta-Mu kepada beliaulah Engkau ciptakan semesta ini.
            Meskipun demikian, penjelasan kami itu tidak luput dari kekurangan dan keterbatasan pikiran serta tenaga kami. Penjelasan atau catatan itu diberikan hanya sebagai barang pertimbangan bagi pemahaman anda selanjutnya.
            Akhirnya, kami selalu mengharapkan teguran dari rekan-rekan sekalian agar makalah ini dapat menjadi pegangan serta bermanfaat bagi konsumen yang membaca.



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang                                                                                   3
B.     Tijuan Masalah                                                                                   4
BAB II PEMBAHASAN
A.    Mengenal Rawi yang Disebut dengan beberapa Nama
atau Sifat-sifat yang Berbeda.                                                                        5
B.     Mengenal Nama-nama Perawi Yang Terkenal dengan Nama
 Panggilannya                                                                                      6
C.     Mengenal Nama-nama  Gelar                                                             7
D.    Kitab-kitab yang Paling Masyhur                                                       8
E.     Gelar-gelar ahli hadits                                                                         8
BAB III PENUTUP                                                                 12
KEPUSTAKAAN                                                                             13



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagai sumber pokok ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur’an, hadits mempunyai peran dan fungsi menentukan dalam kehidupan umat Islam. Kehadiran hadits dalam kehidupan masyarakat menjadi penting tatkala dalam Al-Qur’an tidak didapatkan penjelasan yang rinci dalam suatu persoalan. Hadits yang menjadi penjelas atau bayan Al-Qur’an sangatlah dibutuhkan dalam memahami tektual Al-Qur’an. Makanya eksistensi hadits –dengan tidak menafikan derajat hadits– seiring dengan sumber pokok Islam tersebut.
Secara teoritis, mempelajari hadits seharusnya lebih mudah dari pada mempelajari al-Qur’an, sebab statusnya merupakan penjelas bagi al-Qur’an. Akan tetapi dalam praktiknya, mempelajari hadits justru lebih sulit. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Salah satu dari faktor tersebut adalah, tidak semua hadits berada pada kualitas yang sama, sehingga untuk menggunakan suatu hadits, terlebih dahulu seseorang harus melakukan penelitian kualitasnya, untuk mendapatkan hadits yang memenuhi kriteria maqbul (diterima sebagai hujjah).
Perbedaan sahabat dalam memahami hadits pun menjadi hal yang penting untuk ditelaah lebih lanjut, karena perbedaan pemahaman tersebut mengakibatkan periwayatan pun menjadi berbeda. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab suatu hadits diperselisihkan oleh para ulama tentang kehujjahannya.
Dewasa ini sering kita jumpai bahwa tidak sedikit dari orang-orang yang hanya menginterpretasikan hadits begitu saja sesuai teks yang ada, tanpa meneliti sejauh mana kriteria rawi-rawi hadits dan periwayatannya. Akhirnya banyak dari mereka salah dalam menafsirkan suatu hadits. Maka alangkah baiknya jika kita mengetahui bahkan sangat memahami tentang rawi-rawi hadits, dimulai dari panggilan-panggilannya, gelar-gelarnya,dll. Hingga benar-benar dapat membedakan hadits tersebut layak diterima ataukah tidak.
B.      Tujuan Masalah
Diharapkan dengan hadirnya karya ilmiah ini pembaca dapat memahami hadits dengan mudah dan benar, baik dari segi riwayat maupun dari segi dirayatnya. Pun tentang rawi-rawi hadits, dimulai dari panggilan-panggilannya, gelar-gelarnya, dsb supaya tidak terjadi kerancuan dalam menafsirkan isi kandungan  hadits. Selanjutnya mampu membentuk persatuan yang utuh dalam penafsiran hadits, sehingga jauh dari kemungkinan berbeda pendapat.










  
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Mengenal Rawi yang Disebut dengan beberapa Nama atau Sifat-sifat yang Berbeda.[1]
1.      Definisinya
Adalah seorang Rawi yang diberi sifat dengan beberapa nama atau beberapa gelar atau julukan-julukan yang berbeda, baik secara perorangan atau kelompok.
2.      Contohnya
Muhammad As-Saib Al-Kalby sebagian menamakan dengan Aban Nadler, sebagian lagi menamakan dengan Hammad bin As-Saib, lalu ada sebagian lain lagi menamakannya dengan Aba Said.
3.      Faedah-faedahnya:
a.       Untuk menghilangkan percampuran atau kejumbuhan seorang dengan beberapa nama, sementara orangnya hanya seorang.
b.      Untuk menyingkap percampuran beberapa Syekh.
  1. Al- Chatib Banyak menggunakan yang demikian dalam Syekh-syekhnya:
Maka diriwayatkan dalam kitabnya, misalnya dari Abu Al-Qasim Al- Azhary, dan dari Ubaidillah Ibnu Abi al-Fath al- Farisi, dan dari Ubaidillah bin Ahmad bin Utsman as-Sairafy, sedang semuanya adalah satu.
  1. Kitab-kitab yang paling Masyhur
a.       Idhahul Isykal, karya Al-Hafidz Abdul Ghani bin Said.
b.      Mudlihu Auhamil Jami’ wal Tafriq, Karya Al-Khatib al-Baghdady.
B.     Mengenal Nama-nama Perawi Yang Terkenal dengan Nama Panggilannya.[2]
  1. Yang dikehendaki dengan pembahasan ini:
Maksudnya kita akan meneliti tentang nama-nama Rowi yang terkenal dengan nama panggilan mereka hingga kita mengetahui namanya yang tidak populer dari masing-masing Rowi tersebut.
  1. Faedahnya:
Faedah mengetahui pembahasan ini adalah agar tidak terjadi dugaan satu orang dianggap dua orang, karena kadang seorang itu sekali waktu disebut dengan nama yang tidak mengetahui hal demikian akan kabur akibatnya mengira satu orang dianggap dua orang.
  1. Metode Penyusunan:
Pengarang dalam bidang kunyah  dalam menyusun kitab secara per-bab berdasarkan urutan huruf-huruf dalam kunyah kemudian menyebutkan nama pemiliknya, misalnya pengarang menyebut dalam bab hamzah, kunyah Abu ishaq lalu menyebutkan nama aslinya. Dalam bab ba’, kunyah Abu Basr lalu menyebutkan nama aslinya, dan beginilah seterusnya.
  1. Macam-macam pemilik kunyah dan contohnya:
a.       Nama dan kunyahnya sama: Dia tidak memiliki nama lain seperti Abu Bilal al-Asy’any, dimana dia nama dan kunyahnya satu.
b.      Orang yang hanya dikenal dengan kunyah atau panggilannya, dan tidak diketahui apakah punya nama asli atau tidak, seperti Abu Unas (sahabat).
c.       Orang yang mempunyai gelar dan panggilan: Dia mempunyai nama asli dan nama gelar serta nama panggilan, seperti Abu Turab adalah gelar bagi Ali Bin Abi Thalib, sedang nama panggilannya adalah Abul Hasan.
d.      Orang yang mempunyai dua gelar atau lebih, seperti Ibnu Juraij diberi gelar dengan Abul Wahid dan Abu Chalid.
e.       Orang yang diperselisihkan nama panggilannya, seperti Usamah Bin Zaid, ada yang mengatakan Abu Muhammad, ada pula yang mengatakan Abu Abdullah dan ada yang mengatakan Abu Charijah.
f.       Orang yang nama panggilannya diketahui sedang nama aslinya diperselisihkan, seperti Abu Hurairah, namanya sendiri serta nama bapaknya diperselisihkan sebanyak 30 pendapat yang paling terkenal adalah Abdur Rahman Bin Shaher.
g.      Orang yang nama aslinya dan nama panggilannya diperselisihkan, seperti Safinah, nama aslinya ada yang mengatakan Umair, ada yang mengatakan Shalih, sedang nama panggilannya ada yang mengatakan Abu Abdurrahman dan juga mengatakan Al-Bahtary.
h.      Orang yang nama asli serta nama panggilannya sama-sama terkenal, seperti bapak-bapak Abdullah, Sufyan As-Tsaury, Malik, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan juga seperti Abu Hanifah Nu’man Bin Tsabit.
i.        Orang yang nama panggilannya terkenal sementara nama asli juga diketahui, seperti Abu Idris al-Chaulany, nama aslinya adalah A’idullah.
j.        Orang yang nama aslinya terkenal sementara nama panggilannya juga diketahui, seperti Thalhah bin Abdullah at-Taimy dan Abdurrahman bin Auf dan al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, panggilan mereka semua adalah Abu Muhammad.
C.    Mengenal Nama-nama  Gelar.[3]
  1. Definisinya
Menurut bahasa, kata “al-Qalabu” adalah jama’ dari kata “laqabun”. Sedang Laqab adalah setiap sifat yang memberikan tentang ketinggian atau kehinaan  atau yang menunjukkan pujian atau hinaan.
  1. Yang dikehendaki dengan pembahasan ini:
Adalah pemeriksaan serta pembahasan tentang gelar-gelar para ahli hadits dan rawi-rawi hadits untuk dikenali atau dihafalkannya.
  1. Faedahnya
Mengenai faedah mengenal nama-nama gelar ada 2 perkara:
a.       Menghilangkan prasangka terhadap gelar-gelar yang sama, dan sebagai pedoman terhadap orang yang sekali disebut  dengan nama aslinya, lalu sekali waktu lain disebut dengan gelarnya hingga dianggap dua orang sementara hanya satu orang.
b.      Untuk mengetahui sebab-sebab kenapa rawi tersebut diberi gelar seperti itu, dengan begitu dapat diketahui  maksud sebenarnya gelar yang kadang saling berbeda-beda  makna Dlohirnya.
  1. Macam-macamnya:
Gelar-gelar itu ada 2 macam:
a.       Tidak boleh diperkenalkan: yaitu ketika yang digelari membencinya.
b.      Boleh diperkenalkan : yaitu ketika yang digelari tidak membencinya.
5.      Contoh-contohnya:
a.       Adl-Dlal ((الضّال: Gelar bagi Mu’awiyah bin Abdul Karim, karena dia pernah tersesat di jalan kota mekkah.
b.      Adl-Dla’if (الضّعيف) : Gelar Abdullah bin Muhammad, karena badannya lemah, bukan haditsnya.Abdul Ghany mengatakan: “ Dua orang laki-laki yang sama-sama mulia selalu digelari dengan gelar yang sama-sama jelek Yaitu Adl-Dlal dan Adh-Dla’if.
c.       Ghundar  (غندر)artinya orang suka mengadakan huru-hara menurut bahasa penduduk Hijaz. Ia merupakan gelar Muhammad bin Ja’far al-Bishry, teman su’bah. Digelari demikian karena Ibnu Juraij datang ke Madinah lalu menceritakan suatu hadits dari al-Hasan al- Bishry, kemudian mereka mengingkari terhadap hadits yang disampaikannya dan mereka menggelari sebagai  pengacau, dan memang dia termasuk orang yang suka mengacau, karenanya ia pernah dikatakan: “Wahai Ghundar, diamlah”.
d.      Ghunjar (غنجار): Gelar Isa bin Musa at-Taimy, dia digelari karena merahnya dan dua kebunnya.
e.       Sha’iqah (صاعقة): Gelar Muhammad bin Ibrahim al-Hafidz, diriwayatkan dari Bukhori, digelari demikian karena hafalannya kuat dan kuatnya melakukan mudzakarah.
f.       Musykudanah (مشكدانة): Gelar abdullah bin Umar al-Amawy, dalam bahasa paris artinya bijinya minyak wangi atau kantong minyak wangi.
g.      Muthaiyan(مطيّن): Gelar Abu Ja’far al-Hadzrami, digelari demikian karena dia pada waktu kecilnya suka bermain dengan teman-temannya di air kemudian teman-temannya mengelaburi tanah di punggungnya, maka Abu Nu’aim berkata kepadanya: “Wahai Muthaiyan kenapa  kamu tidak datang di majlis ilmu.
D.    Kitab-kitab yang Paling Masyhur:
Segolongan ulama’ baik Mutaqaddimin maupun Muta’akhrin telah menyusun kitab dalam bidang ini, dan yang paling baik serta paling ringkas adalah kitab Nuzhatul albal karya al-Hafidz Ibnu Hajar.
E.     Gelar-gelar ahli hadits.
Para imam hadis mendapat gelar keahlian dalam bidang ilmu hadis sesuai dengan keahlian, kemahiran, dan kemampuan hafalan ribuan hadis beserta ilmu-ilmunya.[4] Gelar keahlian itu ialah sebagai berikut.
1.      Thalib Al-Hadits, yaitu orang yang sedang menuntut Hadits.[5]
  1. Al-Musnid, yaitu orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik ia mengetahuinya atau tidak.[6] Al-musnid juga disebut dengan at-thalib, al-mubtadi, dan ar-rawi.[7]
  2. Al-Muhaddits, yaitu orang yang mahir dalam bidang hadits, baik dari segi riwayah maupun dirayahnya, mampu membedakan yang lemah dri yang shahih, mengenal ilmu-ilmu dan peristilahannya, mengenal yang Mukhtalif dan mu’talif dari para perawinya, dan memperoleh semua itu dari imam-imam hadits, di samping mengetahui kata-kata gharib dalam hadits dan hal-hal lain, yang memungkinkannya mengajarkannya kepada orang lain.[8]
  3. Al-Hafidz, yaitu orang yang memadukan sifat-sifat muhaddits ditambah dengan banyaknya hafalan dan banyaknya jalur agar dapat disebut sebagai Al-Hafidz. Sebagian muta’akhirin membedakan antara keduanya, bahwa al-Hafidz adalah orang yang menghafal 100 ribu hadits baik dari segi matan maupun sanadnya, meskipun dengan jalur yang seragam, mengetahui yang shahih dan mengenal  berbagai peristilahan yang digunakan dalam buku ini. Al-Miziy mengatakan Al-Hafidz adalah orang yang pengertiannya lebih banyak daripada yang tidak diketahuinya.Bila ia berhasil menghafal lebih dari 100 ribu hadits, dan hampir mencapai 300 ribu hadits lengkap dengan sanadnya, maka ia sampai mencapai julukan Hafidz Hujjah.[9]
  4. Al-Hujjah, Yaitu, gelar keahlian bagi para imam yang sanggup menghafal 300.000 hadis, baik matan, sanad, maupun perihal si rawi tentang keadilannya, kecacatannya, biografinya (riwayat hidupnya). Para muhadisin yang mendapat gelar ini antara lain ialah Hisyam bin Urwah (meninggal 146 H), Abu hudzail Muhammad bin Al-Walid (meninggal 149 H), dan Muhammad Abdullah bin Amr (meninggal 242 H).[10]
  5. Al-Hakim, yaitu orang yang mengetahui seluruh hadits yang pernah diriwayatkan, baik dari segi matan, jarhnya, ta’dilnya, dan sejarahnya.[11]   Ia harus dapat menghafal hadis lebih dari 300.000 hadis beserta sanadnya. Para muhadisin yang mendapat gelar ini antara lain Ibnu Dinar (meninggal 162 H), Al-Laits bin Sa’ad, seorang mawali yang menderita buta di akhir hayatnya (meninggal 175 H), Imam Malik (179), dan Imam Syafii (204 H).[12]
  6. Amirul mukminin Fi Al-Hadits, julukan ini diberikankepada orang yang populer pada masanya dalam bidang hafalan dan dirayah hadits, sehingga menjadi tokoh dan imam pada masanya. Julukan ini diberikan kepada orang-orang semisal Abdurrahman bin Abdillah bin Dzakwan (Abu az-Zanad), Sufyan Al-Tsauriy, dll.Mereka merupakan imam-imam hadits terkemuka, yang mendapat kesaksian dari imam-imam besar dan mayoritas ummat mengenai keimaman mereka dan kedalaman mereka dalam bidang ini.[13]                                                                                                                                      


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam membahas tentang gelar ahli hadits terdapat poin-poin tersendiri dan dengan pembahasan yang berbeda tapi saling punya keterkaitan.
Poin-poin tersebut mencakup:
Ø  Mengenal Rawi yang Disebut dengan beberapa Nama atau Sifat-sifat yang Berbeda.
Ø  Mengenal Nama-nama Perawi Yang Terkenal dengan Nama Panggilannya
Ø  Mengenal nama-nama gelar.
Ø  Kitab-kitab yang Paling Masyhur:
Ø  Gelar.Gelar-gelar ahli hadits.

B.     Kritik Dan Saran
Subhanallah Wal Hamdulillah...
Demikianlah sekilas pembahasan tentang “Gelar Ahli Hadits”, semoga bisa bermanfaat untuk kita semua dan kami harap kritik yang membangun dari dosen pada khususnya dan teman-teman pada umumnya demi perbaikan makalah kami,karena keterbatasan  referensi yang ada,  juga karena kami sadar makalah kami masih jauh dari kesempurnaan, tiada gading yang tak retak , tapi perlu digarisbawahi dan selalu diingat bahwa “ربنا ما خلقت هذا باطلا”.....!!!


KEPUSTAKAAN
Al-Jawahir Wa ad – Durar,
Al-Katib,Muhammad, ‘Ajaj , Ushul Al-Hadits, 2007,  Cetakan ke-4,Gaya Media Pratama.
As-Suyuti,Jalal Ad-Din,Tadrib ar-Rawi
Hasyiyah Luqath ad-Durar, Tadrib ar-Rawi,
http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=270479253007602
Muttaqin,Zainul, Terjemah Taisir Musthalah Hadits , 1997, Cetakan ke- 1. Yogyakarta.
Sumber: Diadaptasi dari Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Drs. Fatchur Rahman
Taqdimah al-Jarh Wa at-Ta’dil,


[1] Zainul Muttaqin. Terjemah Taisir Musthalah Hadits . Hal. 222.  Cet- 1. Yogyakarta, 1997.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[5]DR. Muhammad ‘Ajaj Al-Katib, Ushul Al-Hadits, Cet-4, 2007,hal. 411
[6] Tadrib ar-Rawi, hal.7
[7] [Sumber: Diadaptasi dari Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Drs. Fatchur Rahman]
[8] Al-Jawahir Wa ad – Durar, hal. 5.
[9] Hasyiyah Luqath ad-Durar, hal.5
[11] Ibid.
[13] Taqdimah al-Jarh Wa at-Ta’dil, hal.128

Tidak ada komentar: